Selasa, 28 Maret 2017

Ku Lelang Tubuhku Buat Bayar Semesteran


UNITED4D - Saat pergantian semesteran telah tiba, untuk menginjak semester berikut nya aku membutuhkan dana untuk membayar SKS prodi yang mau aku ambil. Dan dengan kisahku ini sangat terkesan, seperti pada umumnya menjelang pergantian semester para mahasiswa di wajibkan untuk melunasi uang semester dulu sebelum masuk ke semester berikutnya.

Baca juga :

Toilet Yang Mengesankan


Karena bukan hal yang aneh teman-teman di kampusku, rata-rata semua orang tuanya para mahasiswa cukuplah mampu untuk membiayai uang semesteran.

Dan jika kalo ada mahasiswa yang menunggak , mungkin karena dengan uang yang telah orang tua berikan untuk membayar semesteran dan lain-lainnya sering mereka pakai untuk hura-hura dan hal yang lain. 

Dan itu terjadi pada teman kampusku Veti pacarku, namanya Luna, menurut Veti, Luna punya tunggakan semesteran dan uang bangunan yang cukup besar, dan dia tidak berani bilang pada orang tuanya karena sebenarnya uang itu sudah mereka berikan beberapa bulan yang lalu, katanya sih sampe 3 jutaan, aku sendiri cukup terkejut.

Karena untuk uang semesteran, uang segitu bukan jumlah yang sedikit. Luna sebenarnya ingin pinjam pada Veti pacarku, tapi karena Veti sendiri tidak punya uang, kemudian Veti menceritakan hal itu padaku, dengan maksud agar aku dapat memberikan pinjaman pada Luna.

Awalnya aku bersedia meminjamkan dengan sukarela, tapi entah kenapa belakangan pikiranku jadi ‘ngeres’, lagian biar jadi pelajaran untuk Luna, bahwa tidak gampang cari duit.

Orang tuaku sendiri, walau bisa dibilang cukup mampu, selalu mengajarkan hal itu, walaupun mereka telah mendepositokan uangnya untukku, agar tiap bulan bunga depositonya bisa aku tabung atau aku gunakan bila perlu.

Entah berapa jumlah uang yang ayahku depositokan, tetapi yang jelas secara otomatis, setiap bulan saldo di rekeningku bertambah, apalagi beberapa bulan belakangan, setelah kerusuhan Mei, (yang katanya bunga bank naik tinggi) entah berapa, yang jelas setiap bulan saldoku bertambah sebanyak 900 ribuan.

Saat itu saldoku memang cukup banyak untuk ukuran anak kos, karena untuk sehari-harinya aku tetap diberi uang jajan secara bulanan, jadi jika tidak perlu-perlu sekali aku tidak perlu ambil dari tabungan.

Maka setelah kupikir-pikir, akhirnya aku telepon Veti, minta agar Luna menemuiku langsung, agar semuanya jelas kataku, jadi bukan Veti yang pinjam, tapi Luna.

Luna memang dikenal cukup gaul, modis karena badannya memang bagus dan wajah nya pun cantik, kulitnya putih. Tapi mungkin karena pergaulanya yang salah, (karena banyak omongan dan gosip kalo dia itu pecun istilah sekarang.

Kalo dulu sih sebutannya perek, dia jadi seperti ini. Aku sendiri sih tidak pernah ambil pusing sebelumnya, tapi sekarang lain cerita.

Saat aku sedang berfikir, apa yang akan aku lakukan padanya sebagai pelajaran buatnya, sekaligus memuaskan hobbyku yaitu senang melihat cewek memamerkan tubuhnya, dan melihat wanita yang merasa dipermalukan di depan orang banyak.

Mungkin ini adalah trauma masa kecilku yang pernah dipukul oleh ibuku, begitu sih yang aku dengar.

Karena walaupun aku sadar akan adanya perbedaan di dalam diriku, tapi aku belum pernah ke dokter jiwa, karena itu kuanggap hanya fantasiku semata. Dan lagi pula apa yang salah dengan sekedar berfantasi. Tiba-tiba pintu kamarku diketuk.

“Ya.. Siapa!”

“Saya Mas.., Bayu”.

Oh.. Ternyata Bayu pembantu di rumahku.

Kami punya dua pembantu laki-laki di rumah ini.

“Ada telepon buat Mas Beny. . .!” teriaknya dari balik pintu. “Ya.. Aku turun” jawabku.

Kemudian aku turun ke ruang baca, karena di sanalah telepon diletakan, di sebelah kiri sofa besar. Ternyata yang telepon adalah Luna.

“Hallo Farid ya..?, ini Luna”, katanya.

“Ya.. Ada apa ya..?!”, jawabku.
“Nggak tadi Veti telepon, kasi tau katanya kamu bisa pinjemin aku duit buat bayar semesteran ?!” sambungnya.

 “Oh.. Iya, tapi berapa?!,

soalnya kalo banyak-banyak aku juga gak punya, tapi terus aku dapet imbalan apa nih..?!”, pancingku.

“Terserah kamu deh, apa aja boleh!”

jawabnya setelah terdiam beberapa saat. (mungkin dia mikir dulu)

“Soalnya kepepet nih, buat bayar SEMESTERAN, aku butuhnya sih 1,5 juta,

tapi kamu adanya berapa?!,

ntar kalo kurang aku bisa pinjem ke temen yang lain”, sambungnya.

“Nggak kok, kalo segitu aku juga ada, tapi aku minta imbalan dan jaminan lho”, jawabku memastikan.

“Ntar kalo kamu gak balikin duitku gimana?!

Aku rugi dong!”, lanjutku.

“Jaminan apa. Aku kan gak punya apa-apa?!”, tanyanya kebingungan.

Sepertinya ia takut gak bisa dapet pinjaman uang dariku.

“Terserah kamu aja deh, apa imbalan dan jaminannya!” katanya lagi,

dari nada suaranya terdengar kalau dia sudah putus asa.

Tiba-tiba aku dapat ide bagus dan cemerlang.

“Gini.. Tapi itu kalo kamu mau, kalo nggak juga gak apa-apa, tadi katamu terserah aku, sebagai imbalanya,

aku minta nanti sore kamu ke sini, tapi aku minta kamu hanya pake baju yang tipis, jangan pake daleman lagi, jangan pake BH ataupun CD

dan belahan dada mu yang terlihat, awas kalo tidak, karena aku akan memantaumu!!” jelasku.

“Dan sebagai jaminannya aku ingin foto-foto kamu dengan pakaian minim, sexy, pokoknya seadanyalah!”. Jawabku lagi. Sekali lagi dia terdiam. Kali ini cukup lama.

“OK.. Gini, kalo kamu masih ragu, untuk 1 roll film aku kasih kamu 1 juta ,

jadi 2 roll kamu dapet 2 juta”

“Aku janji gak akan aku sebarin, cuman untuk jaminan aja, tapi kalo kamu gak mau bayar, ya terpaksa aku sebarin ke temen-temen sekolah atau aku jual aja itu foto-fotomu, Gimana..?!” jawabku menjelaskan, sambil meminta kepastian.

“Mmhhmm.. Gimana ya..?!”

“Tapi kamu janji gak akan kamu sebarin kan..?!!” tanyanya memastikan.

“Nah kena nih!” batinku.

“Iya aku janji, tapi kalo kamu gak bayar, ya itu lain soal.

“Ok deh.. Ntar sore aku ke rumahmu!” akhirnya dia menyetujuinya.

Rumahku sore itu sepi, orang tuaku sore hari itu sedang ke Klaten naik motor, itulah sebabnya mengapa ia kusuruh datang sore itu.

Sedang kedua pembantuku pasti tidaak berani mengusikku, lagi pula sore begini kalau kebetulan orang tuaku tidak ada, mereka suka ke rumah tetangga, pacaran dengan pembantu tetangga. Dan aku sudah mempersiapkan segalanya.

Termasuk handycam kecil milik kakakku yang sedang di Yogya (yang sebenarnya diluar perjanjianku dengan Luna, tapi Siapa yang peduli….!!
Aku kemudian menunggunya di ruang tamu, sengaja gerbang depan aku tutup dan aku kunci, agar Luna tidak bisa langsung masuk ke halaman rumahku.

kebetulan rumahku ini ada di pinggir jalan besar yang ramai dilalui pejalan kaki dan kendaraan yang lalu lalang dan ada toko kecil tak jauh di seberang rumahku yang cukup ramai pembelinya..

Tak lama kemudian tampak sebuah taxi berhenti di depan rumahku, aku ambil teropongku dan kulihat siapa yang ada di dalam taxi, ternyata benar yang ada di dalamnya adalah Luna, tampak ia keluar akan membayar ongkos taxi,

Kuarahkan teropongku ke arah dadanya, tampak dadanya sedikit terguncang karena tidak memakai BH, melihat dua bukit kembarnya tersamar di balik bajunya, yang kuperkirakan berukuran 34D,

Ada rasa tegang dan bergairah yang menyebabkan kontolku berdiri, kulihat bagian atasnya memnag longgar bajunya, sehingga saat dia membungkuk untuk membayar taksi, kupastikan jika si supirnya melihat ke arah si Luna bukan ke arah uang yang Luna berikan,

tentunya dia akan dapat melihat bukit kembar si Luna yang segar itu. Dan teryata benar, setelah menerima uangnya si supir sekilas melihat ke arah Luna, ada ekspresi terkejut di wajahnya, tapi pura-pura tidak melihatnya, karena kemudian dia segera pergi.

Kemudian Luna berjalan menuju gerbang rumahku, sayang saat itu tidak banyak orang lewat, yang dapat melihat goyangan indah payudaranya yang bergerak saat ia melangkah, ia kemudian menjangkau bel yang ada di samping pagar bagian dalam,

karena ketinggian bell itu cukup tinggi baginya yang kira kira hanya 163 cm , dulu sengaja letak bell itu di tinggikan, karena banyak anak-anak yang iseng). Tampak Luna jinjit untuk menjangkaunya, dan saat ia kembali menginjakkan kaki ke tanah tampak goncangan dadanya makin kencang dan ia tak sadar banyak orang yang lewat melihat hal itu.

Karena aku kurang puas, kubiarkan ia melakukanya beberapa kali sampai akhirnya ia sadar karena banyak yang lewat terus memperhatikan dari jauh padahal ia telah berjalan melewati Luna sedari tadi, tapi Luna tampaknya pura-pura tak sadar diperhatikan.

Tapi rasanya aku ingin lebih mempermalukannya, langsung saja kuambil HP dan menelepon ke HP-nya, mudah-mudahan ia belum menjual HP-nya lagi, ternyata benar, dia mengangkat HP-nya.

“Luna, sebelum kamu masuk, tolong beliin aku tali di toko depan dong”, kataku,
aku tahu di toko itu menjual tali pramuka, karena aku sering belanja di toko itu, letaknya tidak persis di depan tapi agak ke samping , ya deket lah.

“Oh ya..nitip beliin rokok mild ya, baru aku bukakan pagar, ntar aku ganti” kataku lagi,

lalu menutup HP-ku. Luna tampaknya, hendak mengutarakan sesuatu, tapi sudah keburu aku tutup, ia kemudian, kembali memijit bel rumahku.

Tapi tidak aku gubris, akhirnya ia pun berjalan ke arah toko di seberang dengan perasan tak karuan. Karena malu ia melipat tangannya di depan dadanya, agar guncangan dadanya tidak terlalu nampak. Akupun naik ke lantai atas untuk bisa melihatnya lagi.

Tampak Luna dengan kikuk berbicara dengan Mas JOKO, begitu aku biasa memanggil pemilik toko itu, karena kebetulan di sana sedang ramai pembelinya, itu memang biasa terjadi karena walaupun tak seberapa besar, tapi barang yang disediakan cukup lengkap, dan tidak terlalu beda jauh dengan di toko grosir.

Tampak Luna yang sedang berbincang sering diamati dari atas ke bawah oleh bapak-bapak dan mas-mas yang kebetulan sedang berbelanja, sepertinya mereka tahu kalau Luna tidak memakai BH,

karena aku yang melihatnya memakai teropong dari arah belakang tak sedikitpun melihat ataupun tersamar tali BH, padahal pakaian Luna cukup transparan.

Gerakan badannya saat mengambil uang di saku di celana nya pun mendapat perhatian dari semua laki-laki yang ada di sana.

Payudaranya kembali berguncang hebat, karena sepertinya dia cukup sulit mengambil uang yang ada di saku celana, jadi dengan ukuran tubuhnya yang sekarang terlihat sangat pas di pantatnya.

Akupun jadi teringat bahwa akupun menyuruhnya untuk tidak memakai CD di balik celana.

Dan ternyata memang tidak terlihat bentuk CD dibalik celana yang ketat itu, dan gerakan dua belahan pantatnya terlihat cukup menggairahkan. Bergoyang dengan sangat natural saat ia bergerak.

Pantas saja laki laki yang melihatnya di sana memandangnya seperti hendak menelanjanginya, memandangi dari atas ke bawah.

Ternyata Luna memang sangat sexy dengan keadaan yang seperti itu. Dengan tanpa memakai penutup BH dengan pakaian yang transparan karena dan celana yang sepertinya dua ukuran di bawah ukurannya yang sekarang.

Kemudian tampak, ia kembali merogoh seluruh sakunya, baik baju dan celana, gerakannya itu kembali mengundang tatapan para lelaki di sekitarnya.

Karena kali ini terlihat jelas guncangan di payudaranya dan jelas sekali kalo dia tidak memakai BH, karena goyangan paudaranya terlihat sangat jelas.

Sepertinya dia terlihat panik dan menunjuk ke arah rumahku, mungkin uang yang dimilikinya kurang untuk membayar rokok dan tali yang kuminta, atau dompetnya tertinggal barangkali. Itu yang ada di benakku saat melihatnya kebingungan.

Karena tak tega melihatnya kebingungan dan jadi tontonan gratis terlalu lama. Akhirnya kutelepon Mas JOKO dengan HP-ku, dan pura-pura menanyakan apakah ada temanku cewek yang beli tali pramuka dan rokok, karena aku beralasan bahwa aku khawatir kok lama banget, dan ternyata benar,

Mas JOKO menerangkan bahwa Luna memang mengaku duitnya kurang karena dompetnya tertinggal di rumahku, dan tadinya Mas JOKO curiga apa betul Luna temanku dan disuruh beli tali dan rokok olehku.

Karena ia baru pertama kali ini melihat Luna, tidak seperti temanku yang lain yang sering membeli barang ke tokonya kala main ke rumahku, begitu katanya.

Akhirnya Luna bisa meninggalkan toko itu, setelah aku bilang bahwa kekuranganya nanti akan diantarkan, dan bahwa benar Luna itu temanku.

Di akhir pembicaraan Mas JOKO sempet bilang bahwa Luna itu sexy banget dengan keadaan seperti ini, suruhlah sering sering ia belanja ke tokonya.

Dan aku yakin Luna mendengarnya, karena tempat Mas JOKO menerima telepon hanya berjarak setengah meter dari tempat Luna berdiri, sedang saat ia mengucapkanya Mas JOKO berbicara biasa, tidak berbisik.

Jadi aku yakin Luna pasti mendengarnya. Aku pun menyanggupi bahwa Luna juga nanti yang akan mengantarkan kekurangan pembayarannya. Mereka tidak tahu kalau aku mengamati semua yang terjadi sejak tadi dari jauh.
Saat Luna berjalan ke arah rumahku, para pembeli yang sedari tadi ada di sana tampak ribut ada yang bertepuk tangan, bersiul (terlihat dari bibirnya yang monyong), ada juga yang bersuit dengan “irama menggoda” karena terdengar juga olehku.

Luna kini tambah kikuk dan malu, karena kini dia sadar bahwa semua orang yang ada di sana telah tahu bahwa ia tidak memakai BH,

karena saat ia panik tadi ia tidak dapat lagi menutup-nutupi lagi keadaannya yang tanpa pakaian dalam, dan gerakanya tadi membuat orang semakin jelas melihat payudaranya yang terguncang kesana kemari, saat ia merogoh saku baju dan celana pendeknya.

Tapi Luna enggan berlari karena takut akan lebih memepertontonkan payudaranya yang bergoyang jika ia berlari. Ia hanya berjalan sedikit cepat untuk mencapai rumahku.

Aku telah menunggunya di depan pintu pagar yang telah aku buka, dan menyambutnya dengan tersenyum. Satu rencanaku telah tercapai.

Luna yang masih terlihat malu, semakin malu, karena akulah yang jelas tahu jika dibalik bajunya ia tidak memakai apa-apa lagi, karena akulah yamg memintanya melakukan semua ini.

Tapi aku bersikap wajar saja, dan itu membuat Luna tenang berada di dekatku. Memang selama ini aku dikenal sebagai cowok yang baik, dan cenderung pemalu, karena itu banyak cewek yang tertarik padaku.

Setelah ngobrol ini-itu, akhirnya meunuju ke pokok permasalahan, bahwa ia butuh uang untuk membayar tunggakan SEMESTERAN dan uang bangunan, yang sebenarnya telah orang tuanya berikan, tapi telah ia pergunakan untuk beli ini dan itu serta

“biaya kenakalannya” seperti narkoba dan minuman keras.

Dan aku menyanggupi untuk meminjaminya tapi semua itu ada timbal baliknya kataku padanya.

“Seperti yang kubilang tadi, mau nggak, sebagai jaminanya aku foto kamu dengan pose yang sexi dan dengan pakaian seadanya?!” tanyaku padanya.

“Ya mau gimana lagi, toh aku sudah datang ke sini sesuai dengan keinginanmu, nggak pake BH dan CD”. “Sudah kepalang basah, lagian hanya kamu yang bisa menolong aku.

So, mo gimana lagi.. Ak.. Aku terima deh! Tapi janji nggak akan menyebarkan foto-fotoku khan?!”,

Ia bertanya dengan sedikit terbata-bata.

Rupanya ia sudah terlalu sering berbohong pada orang tuanya, tentang ke mana saja barang barang yang mereka berikan untuknya, seperti HP, jam tangan (bermerk) serta beberapa perhiasan emas kecil seperti anting, yang sering ia katakan hilang, tertinggal di rumah teman dll.

Padahal semua itu sudah ia jual. Dan tampaknya orang tuanya sudah mulai curiga dengan semua itu, karena itu HP yang ia miliki sekarang tidak berani ia jual, karena takut akan menambah kecurigaan orang tuanya, lagi pula kalau di jual paling hanya laku sedikit karena itu adalah HP keluaran lama.

Itu ceritanya kemudian, saat aku mulai mempersiapkan peralatanku.

Saat kutanya kenapa dia mau menerima syaratku untuk di foto dengan pakaian minim dan sexy, ia menjawab bahwa ia percaya denganku, bahwa ia yakin,

aku adalah cowok yang bisa dipercaya, dan tidak akan berbuat yang tidak-tidak, karena ternyata selama ini Veti sering bercerita padanya mengenai apa saja yang telah ia lakukan untukku, tentang foto sexy Veti yang aku buat, tentang aku yang mengajaknya jalan tanpa memakai BH dan memutuskan kancing bajunya,

tentang aku yang selama ini tidak pernah minta yang macam-macam (ML) pada Veti, sehingga Veti percaya padaku, begitu ceritanya (tapi soal yang tentang Veti hanya memakai celana pendek saja selama menemani aku yang berkunjung ke rumahnya, sepertinya tidak Veti beritahukan),

itu pulalah yang membuat Luna percaya padakku, bahwa aku senang melihat cewek sexy dan mem-foto mereka. Karena selama ini ternyata Veti dan Luna berteman cukup dekat sejak SD, hanya saja ia beda SMP dengan Veti dan juga denganku, jadi aku baru mengenalnya di kuLiahh ini.

Selain alasan yang pasti dia butuh duit juga tentunya.

Karena keadaan rumah sepi, lagi pula pintu gerbang sudah aku kunci, rasa isengku muncul, seberapa percayanya Luna padaku. Lalu akupun mulai melakukan aksiku.

“Luna, kamu kan aku suruh ke sini, hanya boleh memakai kaos tanpa BH dan CD, tapi aku belum tahu buktinya tuh!”.

“Idih lu Farid..

Masa sih dari tadi kau gak melototin toket gue yang menggantung gini” katanya sambil memegang toketnya denga dua tangannya.

Tampaknya dia sudah mulai rilex denganku karena sudah memakai bahasa lu-gue.

“Iya serius, aku belum bisa lihat jelas tuh!”

Kemudian ia menarik baju ke belakang, sehingga toketnya yang tadinya tersamar di balik bajunya. Kini makin jelas terlihat, putingnya yang kecil, menonjol di bajunya.

“Wah . . .mana, tetep gak jelas” kataku.

“Mungkin kalo gini baru jelas” lanjutku sambil menyambar satu gelas air es yang memang sedari tadi ada di meja depanku sebagai obat kalau aku haus kala menunggu dia datang tadi.

Kemudian menyiramkannya ke arah payudara Luna yang sedang memamerkan puting payudaranya.

Kontan baju di bagian depannya basah kuyup, karena air es yang tersisa masih cukup banyak, karena aku memang tidak begitu lama menunggu Luna datang.

Kini tampak jelas terlihat payudara Luna yang berukkuran 34D itu, karena bajunya yang basah seperti tercetak mengikuti bentuk tubuhnya.

Ia tampak terkejut dan hendak berteriak, tapi ia tahan, sepertinya takut penghuni rumahku curiga. Mengetahui kekhawatirannya, aku segera memberitahu bahwa saat itu keadaan rumahkku sedang kosong, orangtuaku ke luar kota,

tapi pembantuku aku bilang sedang tidak ada, (padahal mereka mungkin sedang pacaran) jadi aku bilang tinggal kami berdua yang ada di dalam rumah, kontan saja dia langsung hendak memukulku, tapi kuhindari dan berlari ke atas, ke kamarku, dan seperti yang kuduga dia mengejarku.

Aku segera masuk dan menghidupkan handycam, membiarkan alat itu merekam sendiri dengan menaruhnya di tempat yang telah kupersiapkan, yaitu di antara pakaianku yang menggantung di dinding di sebelah pintu, dan mengambil posisi di luar jangkauan kamera.

Dan biarkan semuanya terekam dengan sendirinya.

Dan setelah beberapa saat kemudian baru dia masuk, aku tahu Luna pasti tadi mencari-cari kamarku, karena dia lantai dua ini ada 3 kamar, kamarku, kamar kakakku dan kamar tamu. Ia masih pasang tampang merajuk kemudian aku dipukulnya dengan manja.

Kemudian aku kembali menanyakan permintaanku yang kedua, bahwa ia kuminta datang ke rumahku dengan tanpa pakaian dalam sama sekali, dan ia benar datang tanpa mengenakan BH,

tapi bagian bawahnya belum terbukti, kalo itu tak dapat dibuktikannya, aku tidak akan mememinjamkan uangku padanya.

“Ayo sekarang buktikan kalo, kamu gak pake celana dalam!” perintahku padanya,

“Kalo gak, aku gak bakal pinjemin duit buat kamu”. Kataku lagi.

Luna tampak keberatan.. Dan bingung.

“Ya udah. Kalo gak bisa buktikan, pinjam duitnya juga batal dong!?” kataku mendesak.

Aku tahu itulah senjataku yang tidak bisa dia tolak.

Aku terus memintanya untuk memperlihatkan bahwa dia memang benar tidak memakai CD.

“Kalo malu, ya udah gak usah dari deket”,

kataku sambil berjalan dengan maksud agar Luna menghadap ke kamera yang ada di belakangku tanpa aku menghalagi kamera.

Akhirnya ia pun menyerah, dengan masih menghadap ke arahku dan ke arah kamera tentunya, ia berjalan mundur untuk menjauhiku, sampai di depan lemari pakaian, sehingga ia tidak bisa mundur lagi.

“Ayo tunjukin, nanti aku kasih duit”, kataku

mengingatkan tujuannya datang ke rumahku.

Kemudian dengan perlahan, tangannya mulai melepas celana, tampaklah pahanya yang putih mulus sampai ke atas pusarnya, dan terlihatlah bagian vaginanya yang bersih dan terawat rapi, hanya tampak beberapa bulu halus di sekitarnya.

Aku tadinya mengira akan melihat bulu hitam lebat, seperti milik Veti, tapi ternyata, vagina Luna, tampak bersih, dan terawat, dan sejak saat itulah aku menyukai vagina yang terawat, tidak ditumbuhi bulu lebat. Melihat aku terbengong dan terkejut, Luna tidak langsung menurunkan celana pendeknya.

Dia malah sepertinya bangga melihatku terkagum-kagum akan keindahan daerah vagina nya. “Kamu cantik sekali Luna”, kataku terlontar begitu saja dari mulutkku.

Memang harus diakui bahwa sebenernya Luna itu cantik dan sexy, dengan wajahnya yang cantik mirip artis bagiku, dan kulitnya yang putih, makin menambah kecantikannya, ditambah lagi, buah dadanya yang besar dan pantatnya yang berisi, makin menimbulkan kesan sexy.

Memang sebenarnya aku dulu waktu semester awal, sempat suka padanya, tapi karena aku cenderung pemalu dengan cewek, akhirnya aku hanya sekedar suka.

Karena kemudian banyak cowok yang jadi pacarnya, dan beredarlah isu bahwa ia itu pecun.

Dan akhirnya akupun jadian dengan Veti, itupan karena dicomblangi oleh temanku yang ceweknya adalah sobatnya Veti, sampai sekarang.

Kini perasan itu hadir lagi, ada sedikit rasa suka di hatiku. Tapi perasaan itu akhirnya kubuang jauh-jauh, Luna kan terkenal pecun, batinku dalam hati. Setelah tersadar, aku lalu mengelurkan dompetku dan mengeluarkan uang 100 ribu, dan memberikan kepadanya.

“Ini bonus buat pertunjukan yang tadi” kataku.

Hatiku sebenarnya berharap Luna menolaknya,

tapi harapanku ternyata salah, Luna malah mendekat dan mengulurkan tangannya menerima uang pemberianku.

Luna pada awalnya menunjukan sedikit perasaan malu, tapi segera sirna digantikan oleh senyumnya yang mengembang di bibirnya yang mungil.

Segera ia memasukan uang itu ke dalam saku celana. Dan kembali pikiranku berkata,

“Dasar pecun!”

“OK sekarang kembali ke rencana semula, yaitu sesi pemotretan” kataku pada Luna.

“Sesuai kesepakatan kan?

1 rol berarti 1 juta, ya kan?!”,

tanya Luna padaku memastikan.

“Iya, deal!” jawabku.

Kemudian berlangsunglah acara pengambilan foto-foto sexy Luna, yang dengan tanpa diketahuinya adegan itu juga terekam oleh kamera handycam yang tersembunyi di sela-sela baju yang tergantung di dinding dekat pintu yang tertutup.

Saat itu Luna kuminta melepaskan bajunya untuk menambah kesan sexy, belahan dadanya yang putih dan sexy menimbulkan daya tarik sendiri, kemudian berlajut kuminta Luna untuk melepaskan seluruh bajunya, sehingga kini dari atas sampai bagian perutnya yang rata terlihat dengan jelas.

Luna tampaknya semakin asyik dan tidak malu-malu lagi, jika ia malu maka aku akan berkata,

“Aku kan sudah melihat bagian yang terpenting yang kau miliki, kenapa harus malu. Lagian ini hanya untuk jaminan kok!”

Dan kata-kata itu mujarab sekali, Luna pun kemudian tak malu lagi, melakukan pose-pose yang aku minta.

Semua pose yang ada di kepalaku sudah aku minta pada Luna untuk melakukanya. Kini tubuh indahnya benar-benar terekspose secara lebih vulgar, tadi sempat kuminta ia melepaskan bajunya

Setelah beberapa kali berfoto, kuminta ia membuka kaosnya dan membiarkan bagian atas tubuhnya tidak tertutupi sehelai benang pun, tadinya ia agak malu dan menutupi kedua payudaranya dengan tangannya, tapi setelah kudesak dan kurayu ia mau berpose tanpa menutupi kedua payudaranya.

Sedang celana kini telah bertambah pendek karena aku gunting 10 cm lebih pendek.


Sehingga kini selana itu benar-benar tidak bisa menutupi keindahan tubuh bagian bawahnya, saat ia membungkuk, akan terlihat bagian kewanitaannya menyembul di sela-sela belahan pantatnya yang indah.

Tadinya Luna menolak celana aku potong, karena takut dimarahi ibunya saat pulang ke rumah nanti, tapi karena aku desak, agar makin sexy kataku, akhirnya dia merelakan celana bajunya aku potong.

Tak terasa, sudah satu roll film aku habiskan untuk mem-fotonya.

“Wah udah satu roll nih,” kataku padanya,

sambil mengeluarkan dompetku lagi. Karena sesuai janjiku, aku harus membayarnya 1 juta setiap roll-nya.

Luna pun menerima uang yang aku berikan dan kembali memasukannya ke dalam sakunya.

“Mau tambah lagi nggak?” tanyaku.

“Iya dong, kan belum cukup uangnya!” balasnya sambil senyum.

“Tapi aku gak mau gini terus ah, bosen,

aku ingin gaya yang lain, dan lokasi yang lain”, kataku lagi.

“Gimana kalo di kolam renang belakang?!” tanyaku.

“Boleh aja, asyik juga sepertinya” jawabnya senang.

“Kalo gitu, mulai saat ini, kamu lepas semua kain yang menempel di badanmu, aku ingin kamu tidak mengenakan seutas benangpun selama berada di lingkungan rumahku ini!!”

aku mulai berkata agak keras padanya.

“Dan sejak saat ini, aku yang berkuasa terhadap dirimu, dan kamu harus menuruti semua perkataanku kamu mengerti?!!”

“Kalau kamu mau menuruti semua kemauanku, kamu akan kukasih bonus uang lagi!!”

“Tapi kalo tidak foto-foto ini akan aku sebarkan Luna..!!” kataku lagi

sambil memperlihatkan satu roll film yang ada di genggamanku.

“Ayo buka semua pakaianmu!!” kataku

sambil menepuk pantatnya yang terbuka dengan agak keras, kerena celana yang kini sangat pendek itu telah tersingkap.

Tampak ia agak terkejut, dan hampir menangis, mungkin dia kaget melihat perubahan sikapku, yang tadinya lembut kini berubah sedikit kasar padanya.

Kini Luna benar benar tidak punya pilihan lagi, karena tentunya ia tak ingin foto-fotonya tersebar luas, ia akan malu sekali jika teman-temanya melihat foto-foto itu,

walau ia sama sekali tidak telanjang dalam foto foto itu, tapi secara keseluruhan sepertinya tak ada bagian tubuhnya yang tidak dapat dengan jelas terlihat. Luna terdiam sejenak..

“Ayolah Luna, buka semua pakaianmu,

aku tahu, di sekolah kamu terkenal sebagai pecun, aku yakin bukan sekali ini saja kamu bugil di depan laki-laki, sudah pasti kamu sudah seringkali telanjang di depan cowok!” kataku padanya.

“Akui saja?!

“Betul kan?!” desakku padanya.

Luna hanya diam.. Dan kemudian mengangguk kecil.

“Nah benar kan kataku, nah mulai sekarang kamu adalah pecunku, dan kamu sekarang harus menuruti semua keinginanku”.

“Kalo kamu kuminta datang, segera datang!, pokoknya apapun permintaanku, kamu harus turuti!!”.

“Kalau tidak kamu tahu sendiri akibatnya!,

kamu mau kan jadi pecunku..?!!”

aku berkata padanya dengan nada sedikit keras. Luna mengangguk..

“Jawab dong, jangan diam aja” kataku lagi.

“Iya, aku mau..” jawabnya kemudian.

Nah mulai saat itu resmilah Luna menjadi pecunku,

Tapi yang paling sering adalah, Luna kujadikan objek eksibisiku, seperti juga saat itu.

Kuminta ia menanggalkan celana, yang merupakan satu satunya pakaian yang masih melekat di tubuhnya.

Kemudian kuminta ia melanjutkan aksinya sebagai objek fotoku, sampai malam hari, tapi terlebih dulu, kuminta ia untuk mengabari orang tuanya, bahwa ia akan pulang agak larut malam, untuk belajar di rumah Veti. Sehingga orang tuanya tidak khawatir.

Orang tuanya malah menyarankan, bila terlalu malam, lebih baik Luna menginap saja.

Karena memang selama ini Luna sering menginap di rumah temannya, terutama Veti yang sudah ia mereka kenal sejak kecil.

Sehingga orang tuanya tidak curiga. Setelah Luna benar-benar telanjang bulat, kuminta ia turun untuk mengambil tali dan rokok yang tertinggal di meja ruang tamu, dengan tanpa sehelai benangpun Luna turun ke bawah menuju ruang tamu, tapi tetap kupantau dari semacam balkon di lantai atas setelah mematikan handycamku terlebih dulu setelah Luna keluar dari kamar.

Aku ingin ia melakukan semua aktifitas di rumahku ini tanpa mengenakan pakaian secuilpun. Setelah ia kembali ke atas, kuutarakan niatku padanya, bahwa sampai ia pulang nanti malam atau kalau perlu besok (karena hari ini hari Sabtu) ia harus terus bertelanjang bulat, apapun yang terjadi.

Luna pun menyanggupi karena merasa sudah kepalang tanggung bahwa aku sudah melihat keindahan tubuhnya secara keseluruhan dan takut akan ancamanku tadi jika tidak menuruti permintaanku. Lagi pula ia merasa hanya kami berdua saja yang ada di rumah kala itu.

Aku hanya diam saja, kala ia berkata begitu, karena memang benar bahwa saat itu memang hanya kami berdua saja yang ada di rumah, tapi aku yakin menjelang maghrib nanti pasti para pembantu di rumahku akan pulang dari mengunjungi pacar mereka yang juga bekerja sebagai pembantu di sekitar rumahku ini.

Dan memang itu sudah ada dalam pikiranku. Mereka sebenarnya bukan seratus persen pembantu, karena sebenarnya mereka masih ada hubungan saudara dengan ayah dan ibuku, tapi tepatnya adalah saudara jauh, yang hubunganya juga tidak aku fahami benar, saking jauhnya, maka aku memangil mereka dengan sebutan Mas.

Karena sebetulnya usia mereka paling-paling masih seumuran dengan kakakku. Mas Bayu ada hubungan saudara dengan keluarga ayahku, sedang Mas Anton ada ikatan saudara dari keluarga ibuku.

Mereka hanya membantu kami untuk urusan yang memerlukan tenaga kasar mereka, sedang untuk masak dan bersih-bersih rumah secara umum sudah dikerjakan oleh pembantu perempuan, yang kemudian pulang siang harinya jika pekerjaannya sudah beres.

Biasanya mereka menggunakan pintu kecil di halaman belakang untuk keluar masuk rumah. Maka kuminta Luna berpose di samping kolam renang yang letaknya di halaman belakang, dan melanjutkan aktivitasku memotretnya dan kali ini dengan kamera digitalku.

Tampaknya Luna tidak mengerti jika kali ini aku menggunakan kamera digital. Tapi itu tak penting bagiku, karena aku hanya ingin membiasakan Luna telanjang di depan orang yang belum ia kenal.

Seperti yang sudah aku perkirakan, setelah beberapa lama aku mengambil gambar Luna dengan pose bugilnya yang sexy, tiba-tiba muncullah Mas Bayu dan Mas Anton dari balik tembok.

Luna pun berteriak terkejut sambil secara refleks menutupi bagian tubuhnya yang tak tertutupi sama sekali, tampak ia shock dan bingung antara menutupi dadanya atau daerah di sekitar lubang kewanitaannya.

Mas Anton dan Mas Bayu pun tadinya juga terkejut, tapi kemudian tampak bersikap biasa, karena tidak mau mengganggu aktivitasku, tapi aku tahu mereka juga pasti sangat terangsang melihat tubuh indah dan semok milik Luna, yang kini dapat mereka tonton dengan gratis langsung di hadapan mereka tanpa terhalang apapun.

Tubuh mulus Luna yang tanpa tertutup oleh apapun kini menjadi santapan ganas mata mereka. Agar suasana kaku yang terjadi diantara mereka mencair, akupun segera memperkenalkan mereka pada Luna.

“Oh.. Mas Bayu dan Mas Anton sudah datang,

Perkenalkan Mas.. Ini Luna temanku, dia tadi ingin berenang, tapi nggak bawa pakaian renang, jadi kusuruh aja berenang tanpa pakaian!” kataku sekenanya pada Mas Bayu dan Mas Anton.

“Oh.. Luna namanya.., cantik ya! Mirip artis”,

kata Mas Anton dengan sangat wajar.

“Nama saya Antonius, biasa di panggil Anton” katanya lagi sambil mengulurkan tangan mengajak bersalaman.

Luna yang kikuk dan bingung menutupi bagian tubuh tertentu. Kedua tangannya masih menutupi dadanya dan bagian selangkangannya.

Luna tidak segera mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Mas Anton. Maka akupun segera berkata..

“Ayo dong Luna, kenalin ini Mas Anton, dia juga tinggal disini” ujarku pada Luna. Luna pun terpaksa melepaskan tangan kanannya yang menutupi dadanya dan mengulurkan tangannya, menjabat tangan Mas Anton.

“Luuuu. . . Luna” ucapnya tersendat karena malu.

“Luna, nama yang cantik dan indah, secantik wajahmu dan seindah tubuhmu”

kata Mas Anton tanpa melepaskan tangannya yang terus menjabat tangan Luna dengan erat.

Sehingga kini Luna tidak bisa lagi menutupi keindahan buah dadanya yang mencuat menantang, dengan puting susunya yang tampak mengeras, mungkin karena gugup dan malu.

“Kenalkan juga ini, Mas Bayu, ia juga tinggal di sini seperti saya”, kata Mas Anton pada Luna, sambil menuntun tangan Luna untuk menjabat tangan Mas Bayu, yang sudah terlebih dahulu, terjulur.

Dan kembali Luna tidak dapat menutupi dua payudaranya yang bergoyang ketika mendekatkan diri ke arah Mas Bayu untuk berkenalan dan berjabatan tangan.

Tampak sangat indah payudara Luna yang bergoyang-goyang ketika Mas Bayu berjabatan tangan dengan berkali kali menggerakkan tangannya ke atas dan ke bawah selama bersalaman.

Dalam hati aku berkata, cerdik juga cara Mas Bayu bersalaman, sehingga tampak Luna tambah malu dibuatnya. Lama juga Mas Bayu bersalaman, sehingga payudara Luna makin bergoyang kencang.

Walaupun mereka statusnya seperti pembantu, tapi sebenarnya lebih tepat kalo dikatakan sebagai orang kepercayaan keluarga kami, kadang merangkap sebagai supir pribadi dan di saat tertentu jika dibutuhkan bisa dijadikan ajudan jika Papa keluar kota untuk urusan yang lebih bersifat pribadi.

Jadi tak heran jika aku cukup dekat dengan mereka, dan akupun tahu kesukaan mereka, yang suka nonton film porno yang bersifat mempermalukan pasangan sexnya.

Demikian juga aku, sehingga makin akrab saja hubungan antara kami, walaupun aku tetap menunjukan bahwa aku yang lebih berkuasa dibanding mereka, dan mereka mengakuinya.

“Begini Mas Bayu dan Mas Anton, malam ini Luna akan bermalam disini” kataku memecahkan keheningan di antara mereka.

“Dan selama di sini, Luna tadi telah meminta padaku agar dia diperbolehkan untuk tidak mengenakan penutup tubuh sedikitpun,

Iya kan Luna..?!!”, Tanyaku pada Luna,

sambil tersenyum dan menggoyangkan kameraku sebagai isyarat padanya. Luna yang mengerti isyarat goyangan kameraku, hanya bisa mengangguk.

“Jadi kamu - kamu harus menuruti keinginannya dan kamu-kamu tidak boleh menjamah tubuhnya, kecuali kuijinkan!” kataku

untuk menunjukan siapa yang berkuasa di situ.

“Jadi kamu juga harus merelakan Luna tidak berpakaian selama tinggal disini.

Kamu baru boleh menjamah tubuhnya jika Luna melanggar apa yang kuperintahkan padanya, kamu mengerti!!”,

Tanyaku sedikit keras, untuk kembali menunjukan pada mereka siapa yang berkuasa di situ.

“Baik Mas”. Kata mereka serempak hampir berbarengan.

“Nah sekarang sepertinya Luna ingin berfoto bareng dengan kamu.” kataku pada mereka

“Iya kan Luna..?!” tanyaku padanya.

Dan Luna pun hanya bisa mengangguk, yang disambut sorak gembira Mas Bayu dan Mas Anton.

“Nah selama pemotretan kamu boleh menjamah tubuh Luna!” kataku pada mereka.

Yang kembali disambut teriakan gembira para pembantuku, Maka tampak kemudian mereka berpose di kiri-kanan Luna yang telanjang bulat, sambil sesekali tangan mereka meremas, membelai, tubuh Luna, terutama buah dada dan pantat Luna.

Bahkan kadang sesekali mereka menjambak rambut Luna yang tergerai ke belakang, sehingga Luna terdongak ke atas sambil meringis kesakitan, sambil membungkukkan badan Luna bagaikan menunggangi Luna dari belakang.


Itu pose yang aku sukai dari Luna. Sangatlah kontras kulit tubuh Luna yang putih mulus, dengan warna kulit mereka yang gelap, walaupun Mas Anton dan Mas Bayu tidak telanjang, tapi mereka membuka seluruh kancing baju mereka, sehingga tampaklah tubuh berisi dan berotot mereka. Wajah keras mereka makin menimbulkan kesan sangar.

Agar pose mereka menggambarkan mereka sedang memperkosa Luna, aku menyuruh mereka membuka resleting celana mereka, atau membuka bagian atas celana mereka, tanpa menjatuhkannya ke tanah, sehingga makin kontras saja, mereka yang bertubuh gelap tapi masih berpakaian lengkap, sedang Luna yang berkulit putih mulus, bertelanjang bulat.

Agar tampak seperti dua orang pekerja kasar yang sedang memperkosa Luna.

Sengaja aku mengatur agar wajah Luna selalu tampak jelas ke arah kamera, dengan matanya yang seolah melirik Mas Anton yang sedang memperkosanya dari belakang, atau berekspresi sedang melakukan oral pada Mas Bayu yang ada di depannya.

Sedang wajah Mas Anton atau Mas Bayu sengaja aku samarkan dengan hanya menunjukkan siluet wajah mereka dari samping, kala sedang tertunduk, ataupun menengadah.

Sehingga bila orang melihat foto-foto itu, maka hanya tampak jelas wajah Luna dari segala arah, tapi wajah, Mas Anton dan Mas Bayu hanya terlihat dari arah samping atau belakang saja.

Setelah bosan dengan adegan memperkosa dan juga hari mulai gelap, kuminta mereka berhenti.

Kemudian kuikat kedua tangan Luna ke belakang, tertekuk sebatas siku ke arah berlawanan sedang mulutnya kusumpal dengan sapu tangan dan kuikat lagi dengan tali ke belakang kepalanya,

dan kakinya satu sama lain kuikat dengan tali yang terhubung, dengan sisa jarak kira kira 25 cm, sehingga dia tidak akan bisa berjalan dengan langkah lebar.

Kemudian kuminta Luna melakukan exercise dengan berlari mengelilingi kolam yang berukuran 12×5 m sebanyak 60 kali lebih. Bila Luna tampak berjalan kusuruh mereka berdua mencambuk Luna dengan ranting pepohonan yang ada di taman sudut halaman.

Luna yang tampak kelelahan beberapa kali berhenti untuk mengatur nafas, saat itulah Mas Bayu dan Mas Anton akan mencambuk Luna dengan dedaunan yang mereka pegang, dan seiring dengan itu maka akan terdengar jeritan tertahan dari mulut Luna yang terhalang saputangan.

Dan setelah itu maka Luna pun akan berlari kecil kembali. Semua itu kurekam dengan handycam yang kuambil dari kamar. Setelah itu kuminta Luna masuk ke dalam kolam dengan keadaan masih terikat seperti semula.

Kedalaman kolam yang saat itu paling dangkal kira-kira 150 cm, dengan tinggi tubuhnya yang kala itu mungkin hanya 160 cm, dan dengan tangan terikat serta kaki terikat,

Luna hanya bisa berjalan di dalam kolam, dan untuk bernapaspun Luna harus menengadahkan kepalanya, karena tinggi air bila ia berdiri saja, hampir menutupi seluruh hidungnya.


Kemudian kami bertiga meninggalkanya di dalam kolam sendirian, dengan tangan dan kaki terikat serta mulut terkunci dan keadaan kolam yang hanya diterangi lampu taman pasti akan membuatnya histeris, aku mengawasinya dari jendela teras belakang.

Sambil membaca majalah, sedang Mas Anton dan Mas Bayu kuminta untuk membuatkan minuman hangat dan makan malam bagi kami berempat.

Tapi sebelum kami tinggal sendirian, kami mengatakan pada Luna bahwa kami akan mandi dan membeli makan malam dulu di luar dan baru akan mengangkatnya naik setelah kami kembali lagi 2 jam kemudian, itupun jika jalanan tidak macet.

Saat itu tampak Luna meronta di dalam air dan dari mulutnya terdengar suara yang tak jelas, mungkin tidak suka dengan yang kami katakan, karena ia tidak ingin ditinggal sendirian di dalam kolam dengan keadan seperti itu.

Ia sudah barang tentu ia tidak bisa naik ke permukaan tanah tanpa bantuan orang lain, Handicam tetap kubiarkan merekam keadaannya yang tak berdaya, sulit bergerak dan sulit bernafas. Kami hanya berjaga-jaga dari kejauhan, tapi sudah barang tentu.

Luna tidak mengetahui hal itu, aku hanya mengawasinya dari jauh dengan teropongku. Malam itu kubiarkan Luna terendam di kolam dengan keadaan yang sagat tidak nyaman seperti itu, kira kira selama dua jam lebih.

Dengan hari yang sudah makin malam dan air kolam yang dingin, tentunya akan membuat Luna menggigil kedinginan.

Dan benar memang saat kujemput Luna untuk kunaikkan dari kolam yang dingin, Luna tampak menggigil, kedinginan, maka langsung kukeringkan tubuhnya yang mungil tapi indah, dengan handuk. Tampak di beberapa bagian tubuhnya mengeriput karena terlalu lama terkena air, tapi ia tetap tampak terlihat cantik.

Saat melihatku muncul saja, tampak bahwa ia sangat gembira, karena itu berarti ia akan diangkat dari air kolam yang dingin itu.

Luna menurut saja ketika kubimbing dia untuk naik, ke pinggir kolam, nampak ia pasrah dengan apa yang akan aku lakukan kepadanya, dan kepasrahannya padaku makin tampak, saat kukeringkan tubuhnya dengan handuk yang kubawa.

Kulepaskan ikatan dan sumbatan di mulutnya, sehingga kini ia bisa dengan leluasa berbicara bila ia mau. Tapi ia hanya tersenyum saja ketika aku mengeringkan tubuhnya.

Dengan keadaan yang masih terikat, kukeringkan tubuhnya, kemudian mengajaknya berjalan masuk ke dalam rumah. Dan ia pun menuruti saja kemauanku, tanpa memprotes keadaanya yang masih terikat.

Kepasrahannya itu membuatku jadi merasa sayang padanya, kini hatiku lebih berbicara ketimbang sore tadi di mana otak dan pikiranku masih memvonisnya sebagai pecun.

Memang jika mau jujur, rasa tertarikku padanya sejak dulu masih tetap ada. Dan kini saat melihatnya pasrah dan menurut pada apa yang aku katakan, membuatku makin sayang padanya.

Dan akupun yakin bahwa sebenarnya Luna selama ini juga punya rasa yang sama padaku, karena sering kudapati ia melirik dan mencuri pandang ke arahku jika kami bertemu di sekolah.

Hanya saja tidak aku gubris, karena predikat pecun yang sering temanku bilang padaku atas dirinya, dan rasa gengsiku tentunya.

Kini hal itu sepertinya menghilang dari pikiranku, melihatnya berjalan di sampingku dengan keadaan bugil dan terikat seperi itu, ditambah lagi dengan sikapnya itu.

Makin menimbulkan gejolak di hatiku. Maka kurangkul dia dengan tangan kiriku, kubelai rambutnya yang masih sedikit basah.

“Luna.. terimakasih atas apa yang telah kamu lakukan hari ini” kataku padanya dengan lembut.

“Aku jadi makin sayang padamu..” kataku lagi, sambil menarik tubuhnya menghadapku, dan kemudian kucium bibirnya dengan lembut.

Saat itu bibirnya masih terasa dingin, tapi lambat laun makin terasa hangat seiring makin hangatnya kami berciuman, bibir lembutnya bagiku rasanya seperti agar-agar.

Kemudian kubimbing ia berjalan menuju rumah dan kemudian kusuruh Bayu mengambilkan minuman susu coklat hangat untuknya agar ia merasa hangat, dan dengan lembut, pelan-pelan kuminumkan segelas susu hangat itu padanya dengan penuh rasa sayang sambil kubelai rambutnya yang lebih sebahu.


Luna pun menurut dan meminumnya dengan lahap, sambil menyeruput segelas susu coklat hangat itu, matanya memandangku, tatapannya bagaikan menusuk hatiku,

Bagaimana tidak, tatapannya lembut sambil bibirnya membuat sebuah senyuman manis.

“ Sebenarnya aku juga sayang sama kamu, tapi selama in sepertinya kamu tidak menghiraukan keberadaanku”,

ujarnya setelah ia meminum lebih dari setengah gelas.

“Dulu aku sering mencoba untuk menarik perhatianmu, tapi sepertinya semua sia-sia”.

“Tapi jika semua ini bisa membuatmu senang, akupun dengan senang hati akan melakukanya untukmu”, katanya lagi setelah melihat aku hanya terdiam.

Dan ia pun melanjutkan perkataanya lagi karena aku masih saja terdiam.

“Aku mengerti, mungkin aku nggak akan bisa jadi pacarmu, karena aku pun tahu siapa aku ini, tapi asalkan kamu mau menyisakan sebagian hatimu dan perhatianmu bagiku, aku pun sudah merasa sangat senang”.

Sejak saat itulah, aku makin mengerti, bahwa ternyata Luna adalah korban dari keluarga yang tidak harmonis dan butuh kasih sayang,



karena orang tuanya jarang ada di rumah, di tambah lagi kini orang tuanya sering bertengkar bila berada di rumah.

Oleh karenanya Luna mencari pelarian dengan pergaulanya selama ini sekedar untuk mencari hiburan dan melupakan kepedihan hatinya.

Bukannya aku sok suci, karena mungkin “perbedaan” yang aku rasakan pada diriku ini, adalah akibat perlakuan yang salah pula dari orang tuaku, tapi aku sadar akupun punya peranan besar dalam memperburuk ‘perbedaan’ ini,

karena ternyata aku sangat menikmati ‘perbedaan’ yang kurasakan ini.

Begitulah, malam itu seperti kesepakatan yang telah dibuat, Luna bermalam di rumahku dengan tetap dalam keadaan tanpa busana sedikitpun dan tetap dalam keadaan terikat tangan dan kakinya, saat makan malam pun Luna kusuapi dari piringku,

dan malam itu Luna sudah tidak malu lagi terhadap dua pembantuku, karena apa lagi yang akan membuat ia merasa malu, karena sejak sore tadi ia sudah berada dalam keadaan seperti itu.

Itulah yang membuatku makin merasa sayang padanya, rasa sayang yang berbeda, rasa sayang majikan pada budaknya.

Karena malam itu Luna memang kuperlakukan lebih sebagai budak nafsuku. Malam itu kuminta Luna mengoralku beberapa kali hingga aku menyemprotkan air maniku di mulut dan wajahnya, sebelum akhirnya kami pun tidur.

Aku tidur di kasur sedang Luna tidur di lantai yang hanya beralaskan tikar tetap dengan keadaan telanjang bulat dan terikat.

Aku tahu bahwa ia merasa tersiksa dengan keadaan seperti itu, tapi kelelahannya membuat ia dapat tertidur pulas.

Luna tidur lebih dulu, mungkin karena kelelahan, sedang aku hanya tersenyum melihatnya seperti itu, karena seperti yang telah ia katakan, ia bersedia melakukan apapun yang kuminta asalkan itu membuatku senang.

Dan iapun hanya tersenyum dan mengangguk saat tadi kukatakan bahwa kini dia adalah pecunku. Kemudian akupun tertidur dengan perasaan senang, bahwa kini aku telah memiliki Luna sebagai pecunku.

Demikianlah kisahku dengan Luna malam itu, walaupun sebenarnya masih banyak kisahku dengan Luna yang kini telah resmi menjadi pecunku.

Mungkin lain kali saja akan aku ceritakan, karena kini aku masih sibuk dengan pekerjaanku.

Kini aku sudah bekerja di sebuah perusahanan jasa perbankan di Semarang setelah selesai study di JogJa, yang juga banyak pengalaman menarik. END


Tidak ada komentar:

Posting Komentar