Sensasi Sex Yang Tiada Tara
UNITED4D - Cerita Dewasa Sensasi Sex Yang Tiada
Tara. Aku mempunyai istri yang mana kami baru 4 bulan melangsungkan
pernikahan, istriku keturunan Cina namanya Aurora dan biasa dipanggil
Aura, kami sama sama dari keturuanan china, aku senidir adalah pengusaha
yang bisa dikatakan sukses, umurku yang masih muda 28 tahun dan istriku
26 tahun, bisa dibayangkan saja istriku dengan wajah yang cantik,
putih, mulus membuat aku sempurna memiliki dia.
Baca Juga :
Pernikahanku yang baru seumur jagung
ini tentulah sangat dipenuhi oleh kemesraan dan kegembiraan yang nyata
dalam kehidupan kami. Fasilitas rumah besar dan dua mobil mewah dari
orang tua kami melengkapi semuanya itu.
Kehidupan sex kami juga cukup luar biasa, dimana hampir setiap malamnya
(dan terkadang paginya) kami lalui dengan cumbuan, foreplay dan orgasme
demi orgasme yang sangat memuaskan kami berdua. Tapi aku punya suatu
fantasi yang agak keterlaluan sebetulnya; yaitu aku ingin menonton
istriku yang cantik ini disetubuhi oleh lelaki lain yang dalam
bayanganku adalah seseorang yang berusia muda, ganteng, tegap, dst.
Aku ingin melihat istriku mengalami orgasme dan memberikan kepuasan
kepada lelaki itu di hadapanku. Fantasi itulah yang biasanya selalu
berhasil mengantarku ke orgasme yang hebat, baik pada saat aku sedang
bersanggama dengan istriku, maupun pada saat aku sedang melakukan onani
seorang diri.
Pernah kusampaikan kepada istriku pada saat kami sedang berhubungan seks
di suatu malam, dan tampaknya fantasi itu juga memicu birahinya,
terbukti dengan bertambah terangsangnya dia saat itu. Ceritanya begini..
Pada saat posisinya di atas, dan penisku berada di dalam vaginanya dan
sedang seru-serunya dia bergoyang, kuremas lembut buah dada 34C-nya dan
kukatakan dengan napas terengah-engah karena kurasakan orgasmeku hampir
tiba dan vaginanya juga sudah mulai mencengkram batang penisku.
“Sayanghh, aku ingin melihatmu ngentot sama cowok lainhh.. aahh..”.
“Hmmhh? Emangnya boleh, say? Hmmhh?” Katanya sambil bergoyang dan memutar mutar pantatnya yang membuatku mendelik keenakan.
“Kalo boleh kamu mau? Ohh baby.. memek kamu ngejepit nihh. Ahh..” ujarku
lagi sambil terus meremas dan mengelus putingnya yang sudah sangat
tegang dan merah kecoklatan itu.
“Ahh.. tau ahh.. kamu ngaco ajahh.. ohh baby, kontol kamu udah makin keras. Gede banget, say. Oughh..”
“Aku pengen lihat kamu sepongin dia dan dia jilatin memek kamu.. Ouuhh yess.. terus sayangghh, puter terus pantat kamu.. aahh.”
“Terushh? aahh.. kamu nggak cemburu emangnya? Ahh.. oohh.. gila, kontol
kamu enak banget sih, say?” Goyangannya makin hot dan seru, sedangkan
vaginanya makin mencengkram keras batangku.
“Nggak, babe.. aku nggak cemburu.. oohh.. aku udah mau sampai nih.. aku
pengen kamu dientot cowok lain sambil aku tontonin.. aahh baby.. aku
keluarr.. aagghh..”
Maniku menyembur di dalam vaginanya dengan deras sambil tanganku
mencengkram erat pinggulnya. Dan tampaknya hal itu dan fantasiku ikut
memicu orgasmenya juga.
“Ohh yess.. oohh yess.. aku keluar juga, sayangghh.. aagghh..” Tubuh
mulus istriku ambruk di atas tubuhku, matanya terpejam dan vagina
berkedutan cukup lama juga, sambil kupeluk dan kuelus punggung dan
pantatnya.
Beberapa saat setelah itu, dengan tubuh basah berkeringat, kami
berciuman mesra. Hawa AC yang dingin merasuki tubuh kami. Dengan gayanya
yang khas dan manja, Aurora menyusup kebalik selimut dan tidur di
dadaku. Tangannya mengelus-elus dadaku dan aku mengelus rambutnya,
meresapi apa yang baru saja kami nikmati bersama.
Tiba-tiba dia sedikit mengangkat tubuhnya dan memandangku dalam-dalam,
lalu berkata, “Yang kamu bilang tadi beneran apa cuma lagi napsu doang
sih, say?” Tangannya yang iseng menarik-narik jembutku yang kusut dan
basah terkena cairan vaginanya campur keringat.
“Emm.. beneran dong. Kenapa?” Aku iseng juga dan kupencet hidungnya yang
mancung. Dengan bercanda dia berontak dan pura-pura mau menggigit
tanganku yang iseng tadi.
“Gila ih. Itu kan nyeleweng dong artinya? Kok kamu malah nganjurin aku buat nyeleweng?”
“Nyeleweng atau nggak itu sih terserah deh. Namanya juga fantasi. Boleh
dong?” Aku menjawab sekenanya lalu beranjak bangun dari ranjang mau ke
kamar mandi. “Udah, mandi dulu, yuk? Udah gitu kita bobo.” Dia kembali
tiduran dan bengong memandangi langit-langit kamar.
Besok paginya aku terbangun oleh ciuman di bibirku. Istriku tampak baru
selesai mandi dengan rambut yang masih basah dan tubuh hanya terbalut
g-string putih.
“Jam berapa nih, kok udah keren?” kataku dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.
“Yee.. udah jam 6 lho. Ayo bangun, nanti telat ngantor. Sikat gigi gih. B-a-u deh mulutnya. Hihi.”
“Salah sendiri nyium. Pasti bau dong. Namanya juga fresh from the oven. Ngapain pake g-string segala?”
“Aku mau pake rok mini putih hadiah dari mami kamu. Itu rok rada tipis deh kayaknya. Kalo pada cel-dal biasa nanti jelek.”
“Apa boleh ngantor pake rok seksi macam gitu?” tanyaku polos.
“Nggak tau juga. Biar aja ah. Model-modelnya kan juga suka pake
mini-minian begini. Aku nggak mau kalah ceritanya. Hahaha.” Aura bekerja
di salah satu perusahaan advertising terkemuka di Jakarta, yang
memang sering menggunakan jasa para model (amatir dan pro).
Aku nggak jawab lagi dan langsung lompat ke kamar mandi yang kebetulan
ada di dalam kamar tidur kami. Iseng, kucolek buah dadanya yang masih
telanjang dan selalu bikin mataku jelalatan dan penisku tegang,
sambil tangan yang satunya lagi mengelus buah pantatnya.
“Idih, amit-amiit! Pelecehan seksual tuh, tau! katanya pura-pura marah, sambil nyentil penisku. Aku meringis kesakitan.
“Aduh.. atit ya, cayang?” katanya menyesal sambil mengelus penisku.
“Sini aku sembuhin..” Sambil berkata begitu, dia melorotkan celanaku dan
penisku yang memang tegang sejak bangun tadi, diremas dan dikulumnya
sambil lidahnya berputar di kepala penisku.
“Oh my God..” aku kaget banget api seneng juga. Tapi baru beberapa isapan, dilepasnya lagi.
“Udah ah.. nanti dia GR. Kalo GR, dia suka pusing dan muntah lho!” katanya sambil mengedipkan matanya lucu.
Aku jadi gemas dan penasaran, tapi kulihat jam terus bergerak, dan aku
ada janji ketemu seseorang untuk breakfast. Oleh karenanya kubiarkan dia
lolos kali ini, dan terus bergegas mandi.
Tepat aku lagi mulai meeting direksi di kantorku jam 2 siang, telepon genggamku berbunyi. Aurora meneleponku.
“Halo?”
“Hi, sayang.. lagi ngapain kamu?”
“Aku lagi meeting nih. What’s up, babe?” Para anggota direksiku saling lirik dan tersenyum.
“Pak Romi mesra banget ya? Maklum pengantin baru sih.” Pak Jerry, direktur operasiku bercanda sedikit. Aku cuekin saja.
“Sayang, nanti malem temenku Si Ayu ngajakin double date di Fountain
Lounge Grand Hyatt.” Aurora menjawab renyah. “Mau ya? Pleasee..”
“Acara apaan sih? Ya OK lah. Dia mau traktir emangnya?”
“Tauk. OK ya, Jam sembilan kita ketemu mereka di sana. Have fun with the meeting, say. Bilangin direkturmu jangan iseng.”
“Iya, iya. See you, babe.” Kututup teleponku sambil melotot ke Pak Jerry yang tetap cengar-cengir.
Ayu ini sebenarnya adalah istri dari sahabatku, Sonny, yang adalah putra
satu-satunya dari seorang pilot senior Garuda Indonesia yang sekarang
menjabat sebagai direktur di salah-satu perusahaan penerbangan.
Beliau ini masih keluarga keraton Solo, tapi sudah amat sangat liberal
dan sudah nggak ada lagi tanda-tanda kekeratonannya. Apalagi Sang Sonny
sendiri yang cuek luar biasa di dalam pergaulan dan topik pembicaraan.
Kalau obrolan yang menyerempet soal seks, Sonny ini juaranya. Aku kenal
dia sejak masih SMP di bilangan Menteng.
Orangnya sangat ganteng dan berpenampilan macho. Perawakannya tidak jauh
berbeda denganku, hanya dia lebih pendek sedikit saja. Ayu berperawakan
rata-rata wanita Indonesia. Yang paling menarik darinya menurutku ialah
bibir yang ranum dan matanya yang bulat cantik.
Sorenya kujemput istriku di kantornya di daerah Kuningan (kantorku
sendiri di daerah Kebayoran Baru). Di perjalanan dia tertidur pulas
sekali sambil merebahkan kepalanya di bahuku. Aku duduk sambil membaca
majalah Times.
Kulirik sopirku. Dia kelihatan mulai senewen dengan kemacetan Kuningan.
Maklumlah hari Jumat sore. Sudah pasti rush hour gila-gilaan. Sopirku
ini sudah menjadi sopir pribadiku sejak aku kelas 2 SMA. Aku sudah
sangat akrab padanya.
Dia adalah keponakan dari sopir papaku, usianya sekarang 34 tahun.
Namanya Hermansyah, kusingkat Maman. Wajahnya cukup ganteng, tapi
orangnya rada kecil untuk cowok. Tebakanku tingginya cuma 160 saja. Tapi
badannya jadi. Maklum, dia kubuat jadi teman sparringku di kelas tinju
dan fitness. Dia lulus SMA, ingin kuliah, tapi nggak ada biaya. Lalu
jadilah dia sopirku.
“Santai aja, Man. Tapi kalo nabrak gue timpe lu. Mobil mahal nih.”
“Iye, bos (dari dulu manggil aku dengan “Bos”). Udah, ente tidur aja
kayak Mbak Aura. Ane jagain mobilnye. Lagian kalo kagak mahal, bukan
mobil ente dong. Hehehe”
“Nah lu tau tuh. Hehehe. Bisa aja lu, Man. Gue kasih bonus deh lu. Gaji lu gue potong 25%.”
“Waduh, bos. Apa kata bos aja dah. Ma kasih ye, bos!” Sambil ngomong
gitu dia nengok ke belakang sambil matanya melirik ke paha istriku yang
terbuka 1/2-nya akibat rok mini putih nan tipis itu. Kudiamkan saja..
penisku malah tegang. Aku rasa aku benar-benar punya kelainan seks.
“Hei, Son!” aku sedikit berteriak ke arah sahabatku yang celingukan mencari-cari kami di Fountain Lounge.
Kulihat Ayu berpenampilan cukup seksi dengan gaun malam coklat muda
panjang sampai ke tengah betisnya, tapi dengan belahan cukup dalam
sampai ke tengah pahanya. Waktu duduk ia menyilangkan kakinya dan
posisiku cukup jelas untuk melihat paha putih mulusnya yang sedikit
tersingkap.
“Rom, mata lu juling banget lihat paha bini gue.” Sonny menyentakku. Sialan nih orang, pikirku.
“Ah, nggak.. gue kan dikasih lihat, bukannya ngelihat. Banyak bedanya lho.”
Kami pun berderai-derai tertawa. Kulirik istriku, Aura, hanya mesem-mesem aja. Mungkin gondok juga kali dia.
Aura juga terlihat seksi dengan celana hitam ketat dan baju hijau muda
tanpa lengan yang berdada agak rendah. Ditambah sepatu hak tinggi
hitamnya, dia kelihatan sangat sophisticated.
“Bini lu makin mengkilap aja nih, Ren. Ra, peju Si Reno cocok buat lu ya?” Sonny menyambar cepat.
Memang begitulah orangnya. Bicaranya kacau abis.
“Gila lu, Son. Kalo orang denger, dikirain elu mabok kali.” Aura
menyahut kesal, tapi tetap bercanda, karena sudah tahu adat dan gayanya
Sonny.
Kami pun minum-minum sambil ngobrol ke sana-kemari dengan serunya.
Sampai akhirnya jam menunjukkan pukul 11 pm. Aku bangkit pengen pipis.
“Gue ke toilet dulu ah. Birnya mulai bekerja nih,” kataku santai.
“Gue juga, man. Cewek-cewek tunggu di sini ya. Kalo ada yang nawar,
kasih harga tinggi. Nanti Om Sonny yang atur persenannya buat you
berdua. Hahahaha.”
“Mau pipis aja kok heboh sih kamu, Mas.” Intan berkata sambil
mengeleng-gelengkan kepalanya dan memandang suaminya, Sonny, dengan
tatapan setengah tidak percaya. “Cepetan ya. Nanti ada yang nawar
beneran, baru tahu rasa.”
Di toilet aku melirik Sonny yang sedang pipis di sebelahku, dan bilang,
“Son, gue rasa gue punya kelainan seks. Gue punya fantasi pengen ngeliat
bini gue digituin sama cowok laen. What do you think, man?”
“Yang bener lu? Hehehe, dari dulu gue udah rasa lu rada maniak. Tapi
baru sekarang gue yakin. Ini fantasi dikala horny aja apa beneran?”
“Gue yakin ini beneran.”
“Sarap lu ye. Gue bantuin deh lu. Mau kagak?”
“Aura sama lu? Bisa-bisa gue impoten ntar abis ngeliat. Thanks but no
thanks, bro. Hehehe. Kenapa? Lu horny ya ngeliat bini gue? Sama dong.
Hahaha.”
“GR lu. Mau kagak? Gue banyak pesenan laen nih. Ini antara temen aja, free trial, gitu. Hahaha.”
“OK.”
“Hah? OK? Bener nih ya. Awas lu nyesel. Tapi bini gue gimana? Kagak
boleh buat lu, setan. We’re not exchanging anything here, buddy.”
“Yah, terserah lu lah. Tapi gue pesen satu aja: pake kondom.”
“Off course, my man. You think I’m dumb?”
“Yes. Hehehe. Let’s go back out. Caranya gue serahin sama lu aja.”
“Sip. Let’s go.”
Sekembalinya kami dari toilet, kulihat para istri kami sedang asik
ngobrol dengan tiga orang lelaki keturunan India. Ayu diapit oleh dua
orang dan yang seorang lagi duduk di sebelah Aura. Dari gayanya, kami
tahu bahwa India-India iseng itu mengira istri-istri kami adalah
cewek-cewek gampangan.
Tangan seorang yang duduk di sebelah Ayu malah sudah diletakkan di atas
paha Ayu. Kulihat Ayu mencoba menepisnya, tapi tidak dengan sepenuh
hati. Mungkin dia suka juga? Yang duduk di sebelah Aura masih agak
sopan, dan hanya memeluk bahunya. Kulihat Aura agak menjauh sedikit dan
melotot galak ke arah India gokil itu.
“Wow, dude.. bisa keduluan sama India-India bangsat itu nih, gue.” Sonny
nyeletuk asal sambil bergegas ke arah Ayu dan Aura. Aku mengikutinya
perlahan. Kupikir, the more, the merrier. Kulihat Sonny berbicara
sesuatu dengan orang-orang itu, dan lalu mereka ngeloyor pergi sambil
tertawa-tawa. Kedua istri kami pun ikut tertawa lebar.
“What’s up, Son?” tanyaku setelah duduk lagi, kali ini di sebelah Ayu.
“Nggak, gue bilangin aja kalo dua cewek ini udah kita sewa buat
seminggu. Udah lunas, pula. And we’re sorry but we’re not sharing them
with anybody.”
“Emang gila deh lu, Son.” Aura berkomentar sambil masih tertawa.
“Tapi suka kaann..” Sonny memandangi wajah Aura begitu dekatnya. Aura jadi rada kikuk, dan kulirik Ayu malah mesam-mesem doang.
“Idiihh.. apaan sih lu. Jauhan dong.. mulut lu bau. Jangan deket-deket
muka gue. Reenn.. tolong dong. Temen kamu sinting nih. Minumnya cuma
segelas, maboknya kayak minum sepetii.”
Tawa kami meledak mendengar ucapan Aura. Dan kira-kira pukul satu, kami memutuskan untuk pulang.
Sebelum pulang, Sonny sempat membisikiku, “Ren, besok siang gue ke rumah
lu. We will start to realize your fantasy, man.” Penisku langsung
tegang membayangkan apa yang akan terjadi nanti.
Pukul 11 siang bel rumahku berbunyi. Aku sedang menonton TV di kamarku.
Aura mungkin sedang membantu Mbak Wani, salah seorang pembantu RT kami
memasak makan siang kami. Aku mengintip dari kamarku yang di lantai dua
yang kebetulan menghadap ke jalan dan ke pagar rumahku.
Sonny sudah di depan muka rumah bersama Ayu membawa keranjang berisi
jeruk dan pisang. Segera aku bergegas turun dan membukakan pintu utama
rumah kami.
“Siang, bos. Wah, gue kirain elu belom mandi. Ternyata sudah keren.
Makanannya udah ready nih?” Si Sonny nyerocos begitu melihatku di pintu
muka.
“Ampirlah. Masuk yuk. Wah, bawa pisang nih.” Langsung kuambil keranjang
buah itu dari tangan Ayu dan kucomot sebuah pisang yang langsung saja
kumakan.
“Raa.. Mas Sonny dan Mbak Ayu udah dateengg.” Setengah berteriak aku memanggil istriku yang sedang masak di dapur.
Aura melongokkan dari arah dapur. Astaga! Ternyata dia masih memakai
baju tidurnya yang berupa kaos you-can-see dan hot pants warna biru muda
dengan kaki telanjang. Bodynya yang aduhai hanya tertutup sepertiganya
saja kalau begini.
“Bentar ya, sodara-sodara. Aku masih masak nih. Yu, bantuin gue yuk!
Cobain nih kurang apa.” Aura menyahut dengan semangat. Ayu langsung
ngeloyor masuk dapur. Aku perhatikan Si Ayu memakai rok span warna merah
darah dan kaos tanpa lengan warna kuning muda.
“So, what’s up, my brotha, what do you have in mind?” Aku langsung saja
sambil mengedipkan mataku ke Sonny yang duduk bersamaku di ruang tamu.
“Just chill, bro. I told you I’ll handle it, I will handle it.” Sonny mengangguk yakin kepadaku.
Nggak lama kemudian..”Cowok-cowok, lunch is served.” Ayu memanggil kami
di ruang tamu dengan gaya seorang chef kawakan dengan celemek dan serbet
makan yang disampirkan di lengannya sambil setengah membungkuk.
“Nah, gitu dong. Although I’d rather eat you, love.” Sonny berkata
begitu sembari beranjak bangun menuju ke ruang makan sambil mencubit
pipi istrinya mesra. Aku meringis saja.
“Kalian makan duluan deh. Gue mau mandi dulu sebentaar aja.” Kata Aura sambil lari kecil naik tangga ke kamar kami.
“OK, ma’am. Tapi kita tungguin deh, asalkan beneran cuma sebentaar aja.”
Sonny menggoda istriku. Istriku meresponnya dengan memeletkan lidahnya
ke arah Sonny.
“Lu diam di sini dulu, ya. Nanti kira-kira lima menit, lu susul gue ke
kamar lu. OK?” Sonny membisikiku. Ayu kebetulan sedang ngobrol dengan
Mbak Wani dan tidak melihat ke arah kami.
“Hah? Sinting apa lu? Tapi whateverlah. OK.” Kataku perlahan.
Benar, kira-kira lima menit setelah Sonny naik ke kamarku, aku
menyusulnya. Setibanya aku di depan pintu kamar mandi yang terbuka
sedikit.. wow.. kulihat Sonny sedang mengintip Aura yang sedang melucuti
bajunya yang hanya dua lembar itu satu persatu.
“Goddamn, bini lu bodynya bikin gue geregetan aja.” Bisik Sonny.
“Eh, monyet, gue kagak pernah minta lu ngintip. Sial, lu.” Aku agak kesal juga, merasa dikerjai.
“Tenang, broer. Ini step by step. Let the pro do it. You, horny bastard, just shut up and sit tight.”
“Gue hajar lu. Kalo dia teriak, satu rumah denger, kita bisa cilaka, sompret.”
“Soon! Reenn! Mana sih kalian?!” kudengar Ayu berteriak memanggil dari
bawah. Istriku juga pasti dengar, tapi cuek saja, lalu dengan
bertelanjang bulat masuk ke dalam bath up, siap-siap mau mandi. Kami
mashi terus mengintip.
“Lu turun dulu ke bawah, tenangin bini gue, OK?” bisik Sonny.
“OK.” Aku beranjak perlahan pergi. Nggak tau mau ngomong apa ke Ayu, tapi penisku sudah tegang abis, seperti mau pecah rasanya.
“Yu, Si Sonny lagi nonton basket di kamar gue. Seru juga sih, lagian
Aura kan masih mandi. Lu mau nonton juga?” Aku yakin Ayu pasti nggak
akan berminat, karena dia paling benci sama yang namanya pertandingan
basket. Konyol, katanya.
“Nggak ah, gue di sini aja nonton TV di bawah. Buruan dong. Kan gue juga lapar nih.”
“Beres, manis.”
“Genit lu ya kalo nggak ada siapa-siapa.” Ayu menyahut sambil tersenyum
manis. Aku nyengir aja, sambil lari lagi naik ke kamarku.
Sampai di sana, aku masuk dan kukunci kamarku perlahan.
“Gimana, Son?”
“Udah selesai mandi tuh. Wuih, gila, gue ngaceng berat nih, pren. Kagak nyesel nih lu?”
Aku diam saja. Nggak lama Aura keluar dari kamar mandi, seperti
kebiasaanya, telanjang total hanya bercelana dalam saja. Rambutnya masih
basah karena keramas.
“Aahh!” Aura menjerit kaget setengah mati melihat ada Sonny di situ. Dia
mau lari lagi masuk ke kamar mandi, tapi tangan Sonny cepat
menangkapnya. Aura meronta-ronta dan aku diam saja sambil menelan ludah.
“Tenang, sayang.. tenang.. gue di sini cuma mau bantuin lakilu memuaskan
fantasinya.” Sonny berujar perlahan sambil tangannya tetap mencengkram
tangan Aura.
“Ren, kamu bener-bener gila ya. Ini apa-apaan sih?” Aura marah sekali melihat ke arahku. Aku cuma membuang muka saja.
“OK, karena kamu benar-benar sinting, aku juga bisa sinting. Tapi jangan
menyesal nanti.” Aura berkata begitu sambil memeluk Sonny dan mencium
bibirnya walaupun masih agak ragu. Tangan mereka bergerilya kemana-mana.
Buah dada Aura yang ranum menjadi target bibir dan lidah Sonny yang
dengan bernapsu menjilat dan menyedotnya. Aura menggelinjang nikmat.
“Mmhh.. Son.. remes dong Son.. pelan aja.. ahh..” Aura rupanya naik juga
birahinya.
“Mmhh.. yeaahh..” Sonny mendongak terpejam saat Aura meremas penisnya dari balik celana jeansnya. “Buka aja, sayang..”
Aku sudah napsu berat, kukeluarkan penisku, dan mulai mengocoknya sambil
masih berdiri. Kulihat Aura jongkok di depan Sonny, masih di depan
pintu kamar mandi yang terbuka sambil mengeluarkan penisnya dari balik
resleting dan mulai menyepongnya habis-habisan. Lidahnya bermain di
kepala dan kedua buah pelir Sonny. Dikulum, dihisap, dijilat, you name
it, she is doing it. Dia melakukannya sambil melirik Sonny dan aku
bergantian.
“Isep, sayang.. yeaah, gitu.. uuhh.. bini lu hebat, man. Hebaatthh..
aahh.. jebol deh gue.. aarrghh!” Sambil berkata begitu, air mani Sonny
tumpah di dalam mulut Aura yang langsung ditelannya. Melihat itu, aku
nggak tahan lagi, dan air maniku pun langsung menyembur ke lantai.
Lemas, aku terduduk di ranjang. Aura pun bangkit berdiri sambil
memandang Sonny.
“Enak, Son? Hmm?” kata Aura setengah berbisik.
Sonny masih terpejam dan menganggukkan kepala sambil menelan ludahnya.
“Kalah deh Si Ayu. Sedotan lu gila banget, Ra. Ren, you’re a lucky motherfucker, you know?”
“I know, man. Thanks berat. Ini rahasia kita aja ya.” Sahutku santai.
“Yuk, turun. Nanti Ayu curigation, lagi. Ra, kamu turun dulu, say.
Bilangan Ayu “Pertandingan basketnya” sudah ampir selesai. Nanti kita
nyusul.”
“OK.” Aura bergegas berpakaian dan langsung turun. Aku sedikit lega karena sebagian fantasiku sudah terpuaskan.
“Reno, my man. If you need us to go any further than that, just ask,
buddy. Hehehe.” Sonny ngomong gitu sambil membetulkan pakaiannya. Aku
ngangguk saja, ikut berberes, dan membersihkan lantai yang terkena
semburan maniku barusan.
Seusai makan siang yang dipenuhi dengan canda dan obrolan seperti
biasanya, kami bersantai di kebun belakang rumah kami sambil makan
buah-buahan yang dibawa Sonny dan Ayu. Kami duduk di meja bundar yang
ada di tengah-tengah kebun kami. Aku, Aura, Sonny, Ayu. Sonny melirik
Aura yang pura-pura tidak melihatnya sambil terus ngobrol denganku dan
Ayu.
Tiba-tiba Aura beranjak bangun.
“Mau pipis”, katanya.
Sambil berdiri begitu, sambil tangannya mengelus penis Sonny. Kurasa Ayu
tidak memperhatikannya karena sibuk berkomentar tentang bunga-bunga
yang kelihatan indah sekali sore itu. Sonny memandangiku sambil nyengir.
Kukedipkan mataku kepadanya sambil meladeni ocehan Ayu. Sejam kemudian
mereka pamit pulang.
“Do you like it?” aku bertanya pada istriku sebelum tidur malam itu.
“Hmm? I think I do.” Aura membalas menjawab sambil memeluk dadaku dan merebahkan kepalanya di dadaku.
“Mau coba lebih lagi?” aku bertanya singkat.
“Terserah kamu, sayang.” Balasnya sambil mengelus penisku yang sudah berdiri.
“Idih, kok udah ngaceng sih ininya?” katanya lagi sambil merogoh kedalam celana tidurku yang komprang tanpa celana dalam.
Dia mulai mengelus-elus kepala penisku dan mulai mengocoknya perlahan.
“Ahh, baby.. I want you to fuck him.” Kataku dengan napsu yang sudah naik.
“I know, baby..” sambil berkata begitu, kepalanya menyusup kebalik selimut dan mengulum penisku.
“This is what I did to him. Tell me how you like it..” Kurasakan air
maniku segera terkumpul akibat sedotan, jilatan dan kulumannya di
penisku.
“Sayang, kamu bakalan bikin aku keluar nih.. telan ya.. mmhh.. oohh.”
Gila, belum pernah aku keluar secepat itu. Kurang dari 2 menit saja!
Istriku memang luar biasa tehnik oralnya. Maniku ditelannya.
“Baby, I need you to fuck me. Pleasee..” Aura menggelinjang sambil
tangannya meremas toketnya sendiri dan lalu mengelus vaginanya yang
sudah basah. Sejak kapan dia nggak pakai baju lagi?
“Aku nggak mau.. the next fuck you’ll get will be from Sonny, babe.” Aku
berkata dengan kejam sambil membereskan celanaku dan tidur pulas.
Dua hari kemudian, aku masih belum bersanggama dengan Aura. Malam
harinya, sekitar pukul 7, Sonny menelponku saat aku baru selesai mandi.
“Ren, bini gue lagi ke Yogya, ada sodaranya yang meninggal. Gue udah
cari alasan biar nggak ikut. So, I’ll have 2 days Off. What’s up?”
“Perfecto. Si Aura udah horny berat nih. Nggak gue masukkin udah dua hari. Lu dateng deh sekarang.”
“Say no more, buddy.” Sonny menutup teleponnya. Kira-kira setengah jam kemudian dia sudah sampai. Aura yang membukakan pintu.
Begitu melihat Aura, Sonny langsung memeluk dan mencium lehernya.
“Hello, doll. Miss me?” Ini orang cool juga, pikirku.
“Mmhh..” Aura menggelinjang senang. “A lot. You come for me, or what?”
“No, I come for my buddy. YOU will make me cum.” Sonny menyeringai.
“And I will make you cum with me.”
Sonny langsung menggandeng Aura ke kamar tidur kami. Aku mengikuti dari belakang.
“Strip for us. And masturbate, but stop when you are about to cum.”
Sonny memerintah Aura sesampainya di kamar. Aku menyetel CD jazz yang
lembut untuk menunjang suasana.
Aura melucuti pakaiannya satu persatu sambil meliuk-liukan tubuhnya yang
sintal mulus itu. Mau tidak mau, kami berdua menelan ludah
berkali-kali. Lalu setelah bugil total, ia membelakangi kami dan
membungkuk. Dengan tersenyum ia menoleh ke arah kami dan menjilat jari
tengah kanannya. Lalu dengan sensualnya ia mengelus sepanjang bibir
vaginanya dan dengan perlahan memasukkan jari tersebut ke dalam
vaginanya keluar masuk kira-kira lima kali.
“Ouhh.. it’s so wet, boys..” katanya seraya menjilat kembali jari itu.
“And it taste so yummy..” Kami kembali menelan ludah dengan tangan kami mengelus penis kami masing-masing.
Ia kemudian berbalik menghadap kami, dan berjalan menghampiri Sonny. Ia
lalu berjongkok di antara selangkangan Sonny yang duduk di pinggir
ranjang bersamaku menonton aksinya. Celana Sonny dibukanya dan penisnya
dielus dan diremas lembut.
Kulihat kepala penis Sonny sudah sangat basah, dan makin basah karena sekarang Aura mulai menjilatinya.
“Ahh, Raa.. terus sayanghh..” Sonny menggelinjang nikmat dan aku mulai mengocok penisku perlahan.
“Enak, Son? Hmm? Mau diisep lagi kayak kemarin?” Aura dengan seksinya melirik ke arah Sonny.
“Yess.. please, babe.. suck my cock..”
Tidak perlu disuruh dua kali, Aura mengulangi aksinya. Tapi kali ini
hanya sebentar saja. Mungkin dia takut Sonny keburu keluar lagi.
Tidak berapa lama kemudian, Aura menelentangkan tubuhnya di lantai kamar
yang berlapis kayu sambil meremas-remas dadanya, dan tangan yang
satunya bermain lincah di vaginanya. Kami ikut bertelanjang bulat sambil
duduk di sebelah kanan dan kirinya.
Beberapa saat kemudian Aura mulai mengerang dan menggelinjang. Napasnya
terengah-engah dan mukanya memerah. Pinggulnya terangkat-angkat dan
membuat gerakan memutar perlahan. Remasan di dadanya mulai agak
kasar.
Puting susunya dipelintir olehnya sendiri, dan vaginanya mulai
mengeluarkan cairan kental dan berbau khas. Dia sudah diambang orgasme.
Sonny dengan sigap menangkap kedua tangannya dan langsung menindihnya.
Dengan satu hentakan, penisnya menyeruak ke dalam vagina istriku. Pinggul Sonny mulai bermain.
“Aahh.. aahh.. yess.. oouuhh..” Aura meracau nggak karuan.
Aku juga hampir pingsan karena napsuku. Tanganku mengocok penisku dengan cepat.
“Ohh.. Soonn.. kontol lu gede banget banget, sayang.. aahh.. ahh.. ahh..
gue mau sampe nih, Soonn.. oouugghh.. gue keluar, Soonn.. aarrgghh!”
Aura menjerit-jerit merasakan nikmat yang menhantam seluruh sendinya.
“Ra.. di dalam apa di luar..” Shit.. aku baru sadar kalau Sonny lupa
pakai kondom! “Di mana, Raa?” Sonny mempercepat goyangannya.
“Di luar, Son.. uuhh..” Aura udah lemas sehabis orgasme. “Wow.. anget
banget, sayang..” ucap Aura lembut saat penis Sonny berkedutan di atas
perut Aura yang putih dan rata. Tangan Aura cepat mengurut-urut penis
Sonny yang sedang memuntahkan laharnya.
“Ooh fuucckk..” Sonny ambruk di atas tubuh istriku. Aku juga mempercepat kocokanku dan nggak lama..
“Baby, I’m coming..” aku terengah-engah mengarahkan penisku ke mulut Aura.
“Sini, sayang.. aku mau kamu punya..” Aura membuka mulutnya lebar dan kusemburkan maniku ke dalam mulutnya..
“Telen sayang.. yeaahh.. agghh!” Orgasmeku menghantamku dan penisku
berkedutan di dalam mulut Aura. Dengan lembut Aura menjilati dan
mengulum penisku.
Seluruh adegan itu memakan waktu hanya 1.5 jam saja. Sonny lalu pamit pulang segera.
“Thanks, Son.” Kataku waktu mengantarnya ke depan pintu. Aura sudah tertidur di kamar kelelahan.
“Anytime, buddy. Memek bini lu luar biasa.”
“Ayu punya gimana? Emangnya nggak seenak Aura?” ujarku iseng aja sebenarnya.
“Hehehe.. lu coba aja sendiri. My treat. Tapi itu kalau dia OK. Later, man. Let’s do lunch tomorrow.”
Aku tersenyum kecil dan menganggukan kepala.
Besoknya aku makan siang bersama dengan Sonny di daerah Kemang. Sambil
ngobrol ngalor ngidul, Sonny berkata, “Besok malam Ayu sampai di rumah.
Still interested?”
“Well, gue sih OK banget kalo lu berdua OK juga. Aura gimana?” kataku pelan.
“Ajak aja besok. Gue punya rencana nih. Kita bisa nonton live show barangkali. Hahaha.”
Deg. Jantungku berhenti sejenak. Sonny memang gila, kayaknya. Tapi kegilaan yang mengasyikan.
“Are you serious? Gimana caranya? Mana mau mereka?”
“Serahin aja sama Om Sonny. Lu tau beres dan ngecret aja deh pokoknya.
OK ya. Gue musti balik ke kantor nih. Masih ada urusan. See you tonite.”
“See you, bro.”
Akhirnya malam yang kunantikan tiba juga. Sekitar pukul 9 aku dan Aura
sudah sampai di rumah Sonny dan Ayu di Permata Hijau. Kukatakan pada
Aura bahwa another fantasy is waiting. Dia excited sekali dan siap
dengan busana yang sangat frontal memamerkan keseksian tubuhnya.
Kaos hitam yang hanya berupa kemben seperut dan rok mini hitam ketat
dari bahan kulit membalut tubuhnya. Sepatu hak tinggi hitam menghiasi
sepasang kaki panjang mulusnya.
Ayu membukakan pintu rumahnya dengan pakaian yang tidak kalah seksinya.
Rok sebetis dengan belahan di bagian belakang yang dalam ke tengah
pahanya dan atasnya kemeja tipis longgar tanpa BH sehingga kami dengan
jelas melihat putingnya yang tegak menantang.
“Come in,” katanya seraya tersenyum manis pada kami.
“Kita main strip poker malam ini. I heard you guys were having a grand
time while I was gone. Curang! Kok nggak ngajak-ngajak sih?”
Kami cuma bengong saja mendengar penuturannya.
“Emangnya OK buat lu, Yu?” Tanyaku. Aura sudah merah padam wajahnya.
“Sure, sex is a sport. And I need to have some exercise. Hahaha.” Busyet, udah ketularan lakinya nih, pikirku.
Tanpa ragu-ragu, Ayu menggandeng Aura dan mencium pipinya yang masih kemerahan karena kaget campur malu.
“Come on, girl.. don’t be like that. What are best friends for? To fuck
each other brains out!” tawanya berderai-derai disambut dengan tawa
Sonny dari dalam rumah.
“Bisa aja lu, Yu..” Aura yang sudah santai kembali sekarang menyahut.
“Abis ini nih, Reno, gara-garanya.”
“Tapi suka kaan..” sekali lagi Sonny yang tiba-tiba sudah disamping Aura mendekatkan wajahnya ke wajah Aura.
“He-eh. Suka banget.” Aura berkata begitu sambil meremas penis Sonny.
“Kontol laki lu ini bikin gue kelojotan kemaren malem nih, Yu.”
“Kalo gitu kontol lakilu musti bikin gue kelojotan dong malem ini, biar
satu sama.” Ayu berkata sambil melirik nakal padaku. Aku jadi tertawa
kecil, namun penisku sudah tegang sekali rasanya.
“But first let’s have dinner!”
“Mmhh.. Ren.. jilat terus itil gue.. aahh iyaa..” Ayu mendesah lembut
ketika aku mulai menjilati kelentitnya yang sudah membesar di atas sofa
living roomnya. Aura dan Sonny menonton sambil keduanya mengelus-elus
sendiri tubuh mereka yang sudah telanjang bulat.
“God.. suck my clit, honey.. yess.. you’re gonna make me come.. oouuhh!”
Jeritan lirih Ayu cukup keras. Untung saja para pembantu RT sudah di
perintahkan untuk pergi keluar rumah malam ini. Jadi hanya tinggal kami
berempat saja.
Kusodok-sodokan lidahku kedalam vagina Ayu yang sedang mengeluarkan
cairan kenikmatannya. “Tell me what you want, babe.” Kataku sekenanya.
Penisku sudah mulai mengeluarkan cairan dan terasa hangat.
“I want you to fuck me and make me cum.. do it now..” Ayu meracau sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya akibat terserang birahi yang
bertubi-tubi.
Kulirik Aura dan Sonny yang sedang bergumul 69 di lantai di bawah sofa
itu. Erangan dan rintihan mereka cukup membuatku dan Ayu semakin
beringas. Segera kuposisikan penisku ke lubang kewanitaannya. Bless..
aahh.. hangat sekali di dalam sini. Ayu dengan ahlinya mengencangkan
otot vaginanya saat aku mulai menggenjotnya. Setelah beberapa kali
ayunan pantatku, aku rasakan maniku mulai membludak.
“Yu.. gue bisa nggak tahan kalo lu gituin terus memeknya.. oohh.. uuhh..” aku mulai merasakan denyutan di pangkal penisku.
“Hmmhh.. biarin.. gue juga udah dikit lagi sampai kok.. hh.. lepas di
dalem aja.. gue lagi aman kok.. aarrghh!” Ayu menjerit keras karena
tiba-tiba aku menggenjotnya keras berkali-kali.
“Shit.. Yu.. terima nih, sayang.. shiitt.. aahh.. aahh.. gilaa..” Aku ikut teriak karena orgasmeku datang secara tiba-tiba.
“Renn.. ohh.. I’m cumming, honey.. I’m cummiinngg.. iihh.. oohh..”
Denyutan memeknya sangat terasa memijat penisku. Aku ambruk di atas
tubuh Ayu dan kami berdua saling berpagutan French kissing dan kuhisap
dan kujilati toketnya yang montok berkeringat.
“Hhmm.. udah dulu dong, Ren.. ntar gue naik lagi nih.” Kata Ayu lembut sambil menggelinjang geli.
“That’s the idea, babe.. lihat tuh Aura sama Sonny..” bisikku di telinganya sembari menggigit kecil kupingnya.
Aura dan Sonny masih saling menjilat dan menghisap dengan serunya dalam
posisi 69. Tubuh Aura mulai bergetar, mengerang-erang, dan tangannya
mengocok penis Sonny dengan cepat. Tiba-tiba, Sonny yang berada di bawah
mendorong tubuh Aura ke samping.
“Stop dulu sayang.. hhuuhh.. stop..” Sonny berdiri perlahan-lahan.
“Kenapa, Son? Nggak enak ya? Ayo dong.. tadi gue udah ampir tuh..
aaduuhh.. jangan gini dong.. tega deh lu..” Aura merajuk bercampur
birahi yang membuat kepalanya pusing.
“Hehehe.. you can cum, but Ayu is the one that will do it to both of
us.” Deg. Jantungku berdegup kencang. Jadi ini maksudnya Si Sonny dengan
live show.
Ayu tersenyum simpul mendengar itu.
“Ra, sekarang elu kangkangin muka gue. I’ll take you there, honey.” Ayu berkata dengan genitnya.
Aura yang sudah tidak sanggup lagi, diam sejenak, lalu mengangkangi wajah Ayu yang masih berkeringat.
“Aawwhh.. make me cum.. please make me cum.. ohh yeaasshh.. isep itil
gue, sayang.. iyaahh gitu.. iyaahh..” Ayu menjerit-jerit kecil merasakan
permainan lidah dan bibir Ayu di vaginanya.
Sementara itu Sonny kulihat memposisikan penisnya di vagina Ayu yang masih melelehkan air maniku.
“Aahh yess.. enak, Masshh.” Ayu mulai merasakan genjotan suaminya.
“Honey.. I’m cumming.. oohh..” Aura mengerang dan mendesah panjang saat
orgasmenya datang. Pinggulnya begoyang maju-mundur menggosokkan vagina
dan kelentitnya ke bibir Ayu yang siap menyedot-nyedot cairan vagina
Aura yang mengalir deras. Tubuh Aura yang basah berkeringat bergetar
hebat dan tangannya meremas keras buah dadanya yang bergelayut manja.
Kulihat paha Sonny mulai bergetar hebat dan ia memeluk tubuh Aura dari
belakang sambil terus menghentak-hentakan penisnya ke vagina istrinya.
Suara becek berkecipak di dalam vagina Ayu seksi sekali.
“Oohh.. fuckin’ fuck.. aku keluar, sayaanghh..” Sonny memuntahkan lahar
panasnya yang pasti bercampur dengan milikku di dalam vagina Ayu. Tubuh
Sonny berkelojotan dan tangannya meremasi buah dada Aura yang masih
menikmati orgasme dashyatnya mengangkangi wajah Ayu.
“Yess.. anget sekali punya kamu, Masshh.. hheehh..” Ayu memejamkan
matanya menikmati sensasi yang luar biasa. Bibirnya belepotan cairan
Aura dan vaginanya berlelehan air maniku dan suaminya. Aku terhenyak
lemas di bawah sofa dengan penis terkulai lemas dan perasaan sangat
puas.
Keesokkan paginya di rumah kami, aku terbangun mendapati Aura yang
tengah memeluku dari belakang. Kubalikan tubuhku, dan kulihat ada
senyuman lembut di wajahnya.
“Ra, baby?”
“Hmm? Udah bangun, sayang?” istriku menjawab lembut.
“Are you happy?” tanyaku tulus.
“Very. Sini, bobo lagi.. aku pengen dipeluk terus sama kamu. I love you so much, sayang.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar