UNITED4D - Ketika sedang belajar bersama, aku coba pancing nafsu Sari dengan cara kududuk di sebelah Rina. Aku rangkul Rina, kucium pipinya, bibirnya dan kuraba dadanya. Rina saat itu memakai kaos tanpa BH. Rina membalasnya. Lalu kudorong dia agar tiduran di karpet.
Baca Juga :
Gairah Seks Menggila
Kami saling bergumul. Melihat hal itu, Sari kaget juga. Dia menutupi wajahnya. Karena selama ini kami berhubungan diam-diam. Tidak pernah secara terang-terangan. Kali itu kami berbuat seolah-olah tidak ada orang lain selain kami berdua, untuk memancing nafsu Sari. Perbuatan kami semakin memanas.
Karena Rina sudah telanjang dada. Lalu Rina menurunkan celana pendeknya. Dia langsung bugil karena tidak memakai celana dalam. Aku pun tidak tinggal diam, kulepas semua pakaianku. Kugeluti dia. Lalu kami mengambil posisi 69. Rina di atas. Kami saling menghisap.
“Aaahhh.., Mmasss.., sshshshs… Masss.. enaaakkk Mass.., ooohh..!” desah Rina dibesar-besarkan.
“Ohhh.. Riiinnn… hisap yang kuaattt Riinnnn..!” desahku juga.
Kulihat Sari sudah tidak menutupi wajahnya lagi. Kira-kira lima menit saling menghisap, Rina berdiri memegang batang kemaluanku dan mengarahkan ke liang senggamanya yang sudah tidak perawan lagi. Menurunkan pantatnya dengan perlahan.
“Bless..!” langsung masuk seluruhnya.
“Aaahhhh… Maasss.., aaahhh.., ssshhh.., aaahhh..!” desahnya.
Lalu dengan perlahan dinaik-turunkan pantatnya. Pertama-tama perlahan. Makin lama semakin cepat.
“Aahh.. ooohhh.., sh.. sh.. ooohhh… Iiihhh..!” erangnya.
Kulirik Sari, dia memandangi ekspresi Rina. Sepertinya dia sudah terangsang berat. Karena wajahnya merah padam, nafasnya memburu. Tangannya memegang dadanya. Gerakan Rina semakin tidak terkendali. Pantatnya berputar-putar sambil naik turun. Kira-kira 10 menit, aku rasakan liang kewanitaan Rina sudah berkedut-kedut. Dia mau sampai klimaksnya. Dan akhirnya pantatnya menghujam batang keperkasaanku dalam sekali.
“Aaahhh.. Masss… Akuuu… sammmpppeee.. Maasss..!”
“Syuuurr… syurrr..” kehangatan menyelimuti kepala senjataku.
Dia langsung terguling ke sebelahku. Senjataku tercabut dari liang kenikmatannya dan berhamburanlah cairan dari liang senggamanya ke karpet. Aku memang tidak begitu menghayati permainan ini, karena pikiranku selalu ke Sari. Jadi pertahananku masih kuat.
Aku bangkit dengan telanjang bulat. Kuhampiri Sari. Sari kaget karena aku menghampirinya masih dengan bertelanjang bulat. Langsung kupeluk dia. Kuciumi seluruh wajahnya. Tidak ada penolakan darinya, tetapi juga tidak ada reaksi apa-apa. Benar-benar masih polos.
Lama-lama tangannya mulai memelukku. Dia mulai menikmatinya. Membalas ciumanku, walau lidahnya belum bereaksi. Kuusahakann semesra mungkin aku mencumbunya. Dan akhirnya mulutnya membuka sedikit berbarengan dengan desahannya.
“Aaahhh.. Maasss..!” nafasnya mulai memburu.
Kumasukkan lidahku ke mulutnya. Kubelit lidahnya perlahan-lahan. Dia pun membalasnya. Tanganku mulai meraba dadanya. Terasa putingnya sudah mengeras di bukit kembarnya yang kecil. Kuremas-remas keduanya bergantian.
“Maaasss.. oooohhhh.. Mmmasss.. shshhshshs…” desahnya.
Kulepas ciumanku. Kupandangi wajahnya sambil tanganku mengangkat kaosnya. Dia diam saja. Lepas sudah kaosnya, sekarang tinggal BH mininya. Kulepaskan juga pengaitnya. Dia masih diam saja. Akhirnya terpampanglah bukit kembarnya yang kecil lucu. Seperti biasa, untuk menaklukan seorang perawan, tidak bisa terburu-buru. Harus sabar dan dengan kata-kata yang tepat.
“Bukan maaiinnn. Susumu bagus sekali Sar..!” kataku sambil memandangi bukit kembarnya.
Warnanya tidak seputih Rina, agak coklat seperti warna kulitnya. Aku elus perlahan-lahan sekali. Kusentuh-sentuh putingnya yang sudah menonjol. Setiap kusentuh putingnya, dia menggelinjang. Kutidurkan dia ke karpet. Lalu kuciumi dada kanannya, yang kiri kuremas-remas.
“Aaahhh.., ssshhh.., Maaasss.., aaaddduuuhhh… aaa..!”
Bergantian kiri kanan. Kadang ciumanku turun ke arah perutnya, lalu naik lagi. Tangan kananku sudah mengelus-ngelus pahanya. Dia masih memakai celana panjang katun. Kadang-kadang kuelus-elus selangkangannya. Dia mulai membuka pahanya. Sementara itu Rina sudah pergi ke kamar mandi. Karena kudengar suara guyuran air.
Setelah aku yakin dia sudah di puncak nafsunya, kupandangi wajahnya lagi. Wajahnya sudah memerah karena nafsunya. Ini saatnya. Lalu tanganku mulai membuka pengait celananya, retsletingnya, dan menurunkan celana panjangnya sekalian dengan celana dalamnya. Tidak ada penolakan. Bahkan dia membantunya dengan mengangkat pantatnya. Dia memandangiku sayu.
Bukit kemaluannya kecil tidak berbulu. Hampir sama dengan kepunyaan Titin dulu. Mungkin karena sama-sama orang Sunda. Kupandangi bibir kemaluannya. Dia menutupinya dengan kedua tangannya. Kutarik tangannya perlahan sambil kudekatkan wajahku.
Mulanya tangannya menutup agak keras, tetapi lama-lama mulai melemah. Kucium bibir kewanitaannya. Aaahhh.., segar sekali harumnya. Kuulangi beberapa kali. Setiap kucium, pantatnya dinaikkan ke atas sambil mendesah.
“Aaahhh… Masss.., mmm.. sshshshs…”
Batang kejantananku yang tadi sudah agak lemas, mulai mengeras lagi.
Lalu kubuka bibir kewanitaannya dengan jariku. Sudah basah. Kutelusuri seluruh liangnya dengan jariku, lalu lidahku. Dia semakin menggelinjang. Lidahku menari-nari mencari kedele-nya. Setelah dapat, kujilat-jilat dengan cepat sambil agak kutekan-tekan. Reaksinya, gelinjangnya makin hebat, pantatnya bergoyang ke kiri dan ke kanan.
“Adduuuhhh… Maasss… aaahhh.. ssshhh.. aaahhh..!”
Kuangkat kedua kakinya, kutumpangkan ke pundakku, sehingga liang kewanitaannya semakin membuka. Kupandangi belahan kewanitaannya. Betapa indah liangnya. Hangat dan berkedut-kedut.
“Saarr.., memekmu bagus betul.. Wangi lagi…”
Kembali kuhisap-hisap. Dia semakin keras mendesah. Kira-kira 5 menit kemudian, pahanya menjepit leherku keras sekali. Lubang keperawanannya berdenyut-denyut cepat sekali.
Dan, “Syurrr… syurrr…” menyemburlah cairan kenikmatannya.
Kuhirup semuanya. Manis, asin, gurih menjadi satu. Aaasshhh… segarnya. Kakinya sudah melemas.Kuturunkan kakinya, kukangkangkan pahanya. Kuarahkan batang keperkasaanku ke liangnya sambil kupandangi wajahnya.
“Boleh Sarr..?” tanyaku memohon persetujuannya.
Matanya memandangku sayu, tidak bertenaga. Dia hanya mengangguk.
“Pelan-pelan yaa Mass..!”
Kuoles-oleskan kepala kemaluanku dengan cairan pelumas yang keluar dari liang senggamanya. Lalu kugesek-gesekkan kepala kejantananku ke bibir kenikmatannya. Kuputar-putar sambil menekan perlahan.
“Aaahhh.. Maasss… Ooohhh..!” dia mendesah.
Lalu kutekan dengan amat perlahan. Kepalanya mulai masuk. Kuperhatikan kemaluannya menggembung karena menelan kepala keperkasaanku. Kutekan sedikit lagi. Kulihat dia menggigit bibir bawahnya. Kuangkat pantatku sedikit dengan amat perlahan. Lalu kudorong lagi. Begitu berulang-ulang sampai dia tidak meringis.
“Ayooo… Masss.. aaahhh.. ooohhh.., ssshhhshshhh..!”
Lalu kudorong lagi. Masuk sepertiganya. Dia meringis lagi. Kutahan sebentar, kutarik perlahan, lalu kudorong lagi. Terasa kepala batang kejantananku mengenai selaput tipis. Nah ini dia selaputnya.
“Kok enggak dalam..? Belum masuk setengahnya udah kena..!” batinku dalam hati.
“Sar.., tahan sedikit yaa..!”
Lalu kucium bibirnya. Kami berciuman, saling mengulum. Dan dengan tiba-tiba kutekan batang keperkasaanku dengan keras.
“Pret..!” kemaluanku menabrak sesuatu yang langsung sobek.
Dia mau menjerit, tetapi karena mulutnya kusumpal, maka tidak ada suara yang keluar. Kudiamkan sebentar kejantananku agar liang keperawanannya mau menerima benda tumpul asing. Lalu kutarik ulur perlahan-lahan. Setelah terlihat dia tidak merasa kesakitan, kutekan lebih dalam lagi. Kutahan lagi.
Kuangkat perlahan, kutekan sedikit lagi. Begitu berulang-ulang sampai senjataku masuk semuanya. Dia tetap tidak bisa bicara karena mulutnya kulumat. Kutahan kemaluanku di dalam, kulepaskan ciumanku. Liang senggamanya menjepit seluruh batangku di semua sisi. Rasanya bukan main nikmatnya
“Gimana Sar..?”
“Sakiittt Masss… Periiihhh… Mmmm..!”
“Tahan aja dulu, sebentar lagi ilang kok…” sambil kucabut sangat perlahan.
Kutekan lagi sampai menyentuk ujung rahimnya. Begitu berulang-ulang. Ketika kutarik, kulihat kemaluan Sari agak tertarik sampai kelihatan agak menggembung, dan kalau kutekan, agak mblesek menggelembung. Setelah 5 atau 6 kali aku turun naik, terasa agak mulai licin. Dan Sari pun tidak terlihat kesakitan lagi.
“Sar.., memekmu sempit banget. Ooohhh enak sekali Sar..!” bisikku sambil mempercepat gerakanku.
Dia sepertinya sudah merasa nikmat.
“Aaahhh… eennnaaakkk… Masss… aaahhh.. shshshshsh…” desahnya. Kupercepat terus.
“Ah.. ah.. ahh.. ooo.. shshsh.. aaaddduuuhhh… ooohhh..!” pantatnya mulai bergerak mengimbangi gerakanku. Kira-kira 5 menit, dia mulai tidak terkendali. Pantatnya bergerak liar. Tiba-tiba dia menekuk, kedua kakinya menjepit pantatku sambil mengangkat pantatnya. Bibir kemaluannya berkedut-kedut.
Dan, “Sysurrr.. syuurrr..” dua kali kepala kejantananku disembur oleh cairan hangatnya.
Karena aku dari tadi sudah mau keluar dan kutahan-tahan, maka kupercepat gerakanku.
“Masss… Uuudddaaahhh.. Mmasss.. Aaaddduuhhh.. Gellii.. Maass..!” teriaknya.
Aku tidak peduli. Keringatnya sudah seperti orang mandi. Kupercepat terus gerakanku, akhirnya, “Crooot… cruuuttt..” tiga kali aku menembakan cairanku di liang kenikmatannya. Lalu aku ambruk di sebelahnya.
Tiba-tiba, “Plok.. plok.. plok..” terdengar suara tepukan.
Rupanya Rina sudah dari tadi memperhatikan kami berdua.
“Mas hebat… Sari.. selamat yaa..!” katanya sambil mencium pipi Sari.
Sari hanya bisa tersenyum di sela-sela nafasnya yang masih ngos-ngosan.
“Enak Sar..?” tanyanya lagi.
Sari hanya bisa mengangguk lemah. Lalu aku memeluk Sari.
“Sari. Terima kasih yaa..!” kataku sambil mengecup pipinya.
“Sari juga terima kasih Mas.. Enaakkk banget ya Mass..!”
Aku bangun mengambil baju-bajuku yang berserakan. Kulihat di selangkangan Sari ada bercak-bercak lendir kemerahan.
“Aaaahhh… Aku dapet perawan lagi..!” batinku.
Lalu aku ke kamar mandi. Selesai kumandi, gantian Sari yang mandi. Setelah semua selesai, kami hanya mengobrol saja sambil minum teh hangat yang dibuatkan Rina. Menceritakan pengalaman yang dirasakan oleh masing-masing. Aku lemas karena dalam 2 jam sampai 3 kali main.
Sejak saat itu, Sari selalu datang jam 3 sore. Dan sebelum belajar, kami selalu mengawalinya dengan pelajaran biologis. Dan Rina sepertinya mengetahui dan menyadari kalau punyanya Sari lebih oke, jadi dia mengalah selalu dapat giliran kedua. Dan mereka pun saling berbagi. Saling mencoba dan mengajari. Aku yang dijadikan alat eksperimen mereka menurut saja. Abis enak sih.
Setelah pembagian raport, ternyata yang nilainya naik banyak hanya Sari. Tetapi keduanya naik kelas dengan nilai di atas rata-rata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar